androidvodic.com

Soroti Kasus Fatia, Komnas Perempuan Ingatkan Polri Tak Sembarang Tersangkakan Perempuan Pembela HAM - News

Laporan Wartawan News, Ashri Fadilla

News, JAKARTA - Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti bebasnya Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan.

Dalam hal ini, Fatia yang merupakan salah satu terdakwa, dianggap sebagai perempuan pembela hak asasi manusia (PPHAM).

Menurut Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, vonis bebas bagi perempuan pembela HAM merupakan angin segar terkait pelindungan kebebasan berpendapat dan berekspresi.

"Termasuk menyampaikan kritik, baik secara lisan maupun tertulis, sebagaimana dijamin Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Konvenan Internasional Hak-hak Sipil Politik," kata Andy dalam keterangannya.

Baca juga: BREAKING NEWS: Fatia Maulidiyanti Dituntut 3,5 Tahun Penjara di Kasus Luhut Binsar Panjaitan

Senada dengan Andy, Komisioner Komnas Perempuan lainnya Siti Aminah Tardi mengungkapkan bahwa putusan bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur ini semakin memperkuat prinsip bahwa tidak ada seorang pun boleh dihukum karena berpendapat dan berekspresi.

Namun dari sisi penegak hukum yang melakukan penyidikan, yakni Polri, dinilai masih memiliki "pekerjaan rumah" jika berkaca dari kasus yang menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ini.

Menurut Aminah, dalam kasus ini semestinya penyidik tak sembarang menetapkan tersangka bagi orang yang dilaporkan sebagai pelaku, khususnya perempuan pembela HAM.

Sebab dalam Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudukan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif, telah diatur pendekatan restorative justice (RJ).

"Jika pun terdapat dugaan pelanggaran UU ITE, seharusnya dikedepankan pendekatan keadilan restoratif seperti diatur dalam Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/11/2021," katanya.

Dalam surat edaran yang dimaksud, mekanisme RJ terkait kasus ITE diatur dalam poin G dan H yang berbunyi:

G. Penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium) dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.
H. Terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme

Sedangkan dari sisi penegak hukum yang melakukan penuntutan, yakni Kejaksaan, Komnas Perempuan menghormati upaya hukum kasasi yang ditempuh.

Namun dalam putusan kasasi nanti, Majelis Hakim diharap menguatkan putusan pada pengadilan tingkat pertama, yakni bebas.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat