androidvodic.com

Penjelasan BMKG Terkait Penyebab Cuaca Panas yang Terjadi Beberapa Hari Ini - News

News - Kondisi cuaca di beberapa wilayah Indonesia beberapa hari terakhir ini terasa panas.

Diketahui, di Indonesia suhu udara maksimum diatas 36.5°C tercatat di beberapa wilayah, yaitu pada tanggal 21 April di Medan, Sumatra utara mencapai suhu maksimum 37.0°C, dan di Saumlaki, Maluku mencapai suhu maksimum sebesar 37.8°C serta pada tanggal 23 April di Palu, Sulawesi Tenggah mencapai 36.8°C.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan terkait fenomena suhu panas yang terjadi di Indonesia.

Dikatakan Guswanto, hal tersebut terjadi karena posisi semu matahari pada bulan April berada dekat sekitar khatulistiwa.

"Hal tersebut terjadi karena posisi semu matahari pada bulan April berada dekat sekitar khatulistiwa dan menyebabkan suhu udara di sebagian wilayah Indonesia menjadi relatif cukup terik saat siang hari," kata Guswanto, dikutip dari situs resmi BMKG.

Guswanto juga menambahkan, fenomena suhu panas di Indonesia bukan merupakan heat wave (gelombang panas), karena memiliki karakteristik fenomena yang berbeda.

"Di mana hanya dipicu oleh faktor pemanasan permukaan sebagai dampak dari siklus gerak semu matahari sehingga dapat terjadi berulang dalam setiap tahun," ungkapnya.

Periode Peralihan Musim di Indonesia

Sementara itu, Kepala Pusat Meteorologi Publik, Andri Ramdhani, menerangkan bahwa pada bulan April merupakan periode peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau di sebagian besar wilayah di Indonesia.

Untuk itu, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, angin puting beliung, dan fenomena hujan es.

Baca juga: BMKG Memprediksi Mei hingga Agustus jadi Awal Musim Kemarau

"Salah satu ciri masa peralihan musim adalah pola hujan yang biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari dengan didahului oleh adanya udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari," kata Andri.

"Hal ini terjadi karena radiasi matahari yang diterima pada pagi hingga siang hari cukup besar dan memicu proses konveksi (pengangkatan massa udara) dari permukaan bumi ke atmosfer sehingga memicu terbentuknya awan," jelasnya.

Adapun karakteristik hujan pada periode peralihan cenderung tidak merata dengan intensitas sedang hingga lebat dalam durasi singkat.

Apabila kondisi atmosfer menjadi labil/tidak stabil maka potensi pembentukan awan konvektif seperti awan Cumulonimbus (CB) akan meningkat.

Awan CB inilah yang erat kaitannya dengan potensi kilat/petir, angin kencang, puting beliung, bahkan hujan es.

Baca juga: Asia Tenggara Dilanda Cuaca Panas Ekstrem, BMKG: Wilayah Indonesia Kategori Tidak Berbahaya

BMKG pun mengimbau masyarakat agar tetap tenang meski perlu tetap waspada terhadap potensi bencana terutama banjir yang sewaktu-waktu dapat terjadi.

"Dalam dua hingga tiga hari kedepan, potensi labilitas Lokal Kuat yang mendukung proses konvektif pada skala lokal terdapat di hampir sebagian besar wilayah Indonesia," ungkap Andri.

"Pantau terus informasi peringatan dini cuaca melalui aplikasi infoBMKG untuk mendapatkan informasi yang lebih detail," tambahnya.

(News/Latifah)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat