androidvodic.com

Kominfo Investigasi Dugaan Kebocoran Data SIM Card 1,3 Miliar, 20 Persennya Sesuai Data Operator - News

Laporan Wartawan Tribunnews, Lita Febriani

News, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melakukan investigasi mendalam terhadap dugaan kebocoran data SIM card sebanyak 1,3 miliar, di mana sebagian data terbilang valid.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan pihaknya telah memanggil operator seluler, Dukcapil Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan cyber crime, kemudian ada juga Direktorat Jenderal PPI sebagai pengampu untuk operator seluler.

"Semua melaporkan bahwa semua tidak sama, tetapi ada beberapa file yang ada kemiripannya. Untuk itu, dari semua operator dan juga Dukcapil, kami sepakat untuk menginvestigasi lebih dalam lagi. BSSN akan membantu Dukcapil dan operator untuk melakukan investigasi lebih dalam lagi, karena kadang-kadang hacker ini tidak memberikan datanya secara lengkap. Jadi kita ingin cari tahu itu dan supaya kita tahu data siapa yang bocor dan bagaimana kita melakukan mitigasi dan pengamanannya," tutur Semuel dalam konferensi pers di Kantor Kominfo, Jakarta, Senin (5/9/2022).

Baca juga: Generasi Muda Pembangunan Indonesia Soroti 1,3 Miliar Data SIM Card Bocor: Kami Jadi Tidak Tenang

Nantinya tim cyber crime akan mendapatkan data inputan dari investigasi ini dan akan segera ditindaklanjuti.

Semuel menjelaskan, dalam setiap kali ada kebocoran data ada dua hal. Pertama adalah pelanggaran administratif, karena sesuai dengan Undang-undang ITE, setiap pengendali data wajib menjaga keamanan dan juga kerahasiaannya. Mereka harus memiliki sistem yang kuat dan tanggung jawab.

"Nah ini kan ada data yang sudah beredar di masyarakat dan ini belum bisa teridentifikasi ini data siapa, karena masih mengalami kemiripan. Untuk itu kami meminta BSSN untuk membantu apakah dari operator atau Dukcapil. Karena ini adalah ekosistem lintas, apakah kebocorannya di antara komunikasinya atau bagaimana, ini yang kita perlu perdalam. Untuk itu kami memberikan waktu kepada mereka untuk melakukan pendalaman," ucapnya.

Kedua, semua harus memastikan dan melakukan pengecekan, jangan sampai ada kebocoran data lagi karena belum ditutup kebocorannya.

"Sekali lagi itu adalah tanggung jawabnya pengendali. jadi mereka harus sesuai juga dengan aturan-aturan yang ada di BSSN. BSSN punya aturan untuk keamanan cyber-nya. Jadi benar ada kebocoran dari pengendali, tetapi yang membocorkan itu kita juga perlu cari tahu," ucapnya.

"Ini seolah-olah yang membocorkan itu pahlawan, padahal yang dibocorkan itu data-data kita juga. Makanya kami mengundang cyber crime karena ini harus ditindak. Ini ada dua pelanggaran yang pertama administratif dan kedua pidana. Pidana ini seolah-olah tidak pernah dijelaskan kepada publik, seolah-olah menjadi pahlawan," sambung Semuel.

Semuel menyampaikan setiap instansi perlu menjaga keamanan dan kerahasiaan datanya, agar masyarakat tidak dirugikan.

Ia menambahkan, struktur data yang dicocokkan itu tidak sama persis, apakah ini memang ada kesengajaan atau ini strategi dari hackernya.

Baca juga: Kominfo Selidiki Viral 1,3 Miliar Data SIM Card Diduga Bocor Dijual di Pasar Gelap

"Kita tidak tahu. Makanya harus ada pendalaman. Kalau strukturnya yang sama pasti ada seperti nomor telepon tetapi struktur yang lainnya ini tidak sama. Jadi ini yang sedang kita perdalam. Tidak persis datanya, jadi ada masih ada misteri yang sudah pasti itu adalah NIK dan nomor SIM card-nya, tetapi itu pun setelah dicek tidak semua valid, makanya kita masih akan melakukan pendalaman," terangnya.

Dari forum Breached.to terungkap adanya dugaan kebocoran data hasil registrasi ulang SIM Card.

Bjorka mengeklaim memiliki 1.304.401.300 data registrasi kartu SIM atau sebanyak 87 GB yang berisi NIK, nomor telepon, operator seluler yang digunakan dan tanggal penggunaan.

Menurut Semuel, dari sampel yang diberikan pihak operator seluler data yang sudah dicek hanya ada dua file yang sesuai.

"Dari data sampel mereka itu masih dicek. Hanya dua file saja itu dari 15 - 20 persen. Itu dari data yang dilaporkan ke kami, itu hanya dari sampel ya, kita tidak tahu data sempurnanya," jelasnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat