androidvodic.com

Menteri Teten Minta Ritel Online Diatur, Tak Boleh Jual Barang Sendiri - News

Laporan wartawan News, Endrapta Pramudhiaz

News, JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mendorong terbitnya regulasi yang mengatur ritel online seperti e-commerce dan social commerce agar mereka tidak menjual produk dan merek mereka sendiri.

Menurut dia, jika e-commerce dan social commerce diizinkan menjual merek sendiri, produk lokal Indonesia akan kalah bersaing karena algoritma platform.

"Mereka tidak boleh punya brand atau menjual produk dari afiliasi bisnisnya. Kalau mereka jualan barang juga, algoritma mereka akan mengarahkan kepada produk mereka," kata Teten kepada wartawan di Jakarta, dikutip Jumat (28/7/2023).

"Konsumen di pasar digital hanya akan membeli produk-produk milik dari afiliasi bisnis mereka," lanjutnya.

Dia juga ingin ritel online dilarang menjual barang lintas negara atau cross border commerce. Mereka harus masuk dulu lewat mekanisme impor biasa, lalu baru boleh menjual barangnya secara online di sini.

"Kalau langsung (tanpa mekanisme impor biasa), pasti enggak bisa bersaing UMKM kita (karena) UMKM dalam negeri harus urus izin edar, SNI, sertifikasi halal, dan sebagainya. Sementara mereka (produk luar) tak harus mengurus itu," ujar Teten.

Teten juga menekankan perlunya pembatasan harga untuk barang impor yang masuk ke ritel online dalam negeri.

"Menurut saya harganya harus dipatok minimum 100 dolar AS (sekitar Rp1,5 juta). Masuk ke sini itu boleh, tapi kalau di bawah itu jangan dong. Supaya melindungi produk UMKM," katanya.

Baca juga: TikTok Shop Pastikan Tidak akan Terapkan Perdagangan Lintas Batas di Indonesia

"Untuk barang yang sudah bisa diproduksi dalam negeri, itu kita tidak perlu lagi impor. Itu arahan presiden," sambungnya.

Maka itu, ia mendorong penerbitan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).

Ia mengatakan, pembahasan revisi Permendag tersebut telah dimulai sejak zaman eks Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi.

"Sekarang harusnya sudah harmonisasi (di Kemenkumham). Sudah selesai harusnya. Nah karena itu kemarin waktu saya rapat kabinet di istana, dibahas secara khusus untuk pembentukan satgas digital ekonomi," ujar Teten.

Baca juga: Revisi Permendag 50/2020 Belum Rampung, Indef: Kalau Ada yang Hambat, Artinya Ada Kepentingan

Pernyataan Teten yang meminta revisi Permendag 50/2020 karena kekhawatirannya akan dugaan Project S Tiktok Shop di Indonesia yang menurut dia dikhawatirkan akan menjalankan bisnis cross border di Indonesia.

Project S TikTok Shop bermula dari laporan Financial Times yang menyebutkan ada fitur Trendy Beat di Tiktok dari Inggris.

Fitur ini menawarkan barang-barang yang terbukti populer di video. Contohnya alat untuk mengekstrak kotoran telinga atau penyikat bulu hewan peliharaan dari pakaian.

Semua barang yang diiklankan dikirim dari China, dijual oleh perusahaan yang terdaftar di Singapura.  Perusahaan tersebut, menurut laporan Financial Times, dimiliki oleh perusahaan induk TikTok, ByteDance, yang berbasis di Beijing, China.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat