androidvodic.com

The Fed Tahan Suku Bunga, Rupiah Mulai Perkasa ke Level Rp 16.270 per Dolar AS - News

Laporan Wartawan News, Reynas Abdila

News, JAKARTA - Nilai tukar (kurs) rupiah ditutup menguat 0,15 persen atau 24 poin ke Rp16.270 per dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Kamis (13/6/2024).

Hal itu setelah Bank Sentral AS (The Fed) mempertahankan suku bunga di level 5,25-5,50 persen pada pertemuan Rabu (12/6/2024) malam.

Indeks dolar terpantau melemah 0,23 persen ke posisi 104,375.

Baca juga: IHSG Dibuka Menghijau, Rupiah Berhasil Rebound di Rp 16.268 Per Dolar AS

Sejumlah mata uang kawasan Asia bergerak bervariasi terhadap pelemahan dolar AS.

Di antaranya won Korea naik 0,16 persen, peso Filipina naik 0,01 persen, rupee India menguat 0,01 persen, ringgit Malaysia naik 0,21 persen dan baht Thailand naik 0,03 persen.

Adapun Yen Jepang melemah 0,34 persen, dolar Hong Kong melemah 0,01 persen, dolar Singapura kompak melemah 0,01 persen, yuan China melemah 0,16 persen.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi menuturkan sentimen penguatan rupiah ini setelah pertanyataan Gubernur The Fed Jerome Powell bahwa kemungkinan bank sentral satu kali penurunan suku bunga tahun ini.

Beberapa pembuat kebijakan menurutnya bahkan menyerukan agar tidak ada penurunan suku bunga tahun ini karena tingginya inflasi.

The Fed juga menaikkan perkiraan inflasi untuk tahun 2024.

Namun komentar The Fed didahului oleh inflasi indeks harga konsumen yang menunjukkan bahwa inflasi sedikit lebih rendah dari perkiraan pada bulan Mei.

“Angka tersebut memukul dolar dan menurunkan imbal hasil Treasury, karena para pedagang menerima narasi disinflasi,” ungkapnya.

Namun dolar stabil setelah komentar The Fed, mengingat suku bunga yang lebih tinggi dan lebih panjang kemungkinan akan menguntungkan greenback.

Skenario seperti ini juga menjadi pertanda buruk bagi mata uang yang didorong oleh risiko.

Data PPI yang akan dirilis pada hari Kamis diperkirakan akan memberikan lebih banyak petunjuk mengenai inflasi.

Selain itu, Bank sentral kemungkinan akan mempertahankan suku bunga tetap stabil, namun diperkirakan akan mengurangi sebagian pembelian obligasi dalam upaya untuk memperketat kebijakan.

“Meskipun kondisi moneter yang lebih ketat diperkirakan akan memberikan dukungan terhadap mata uangnya” tukasnya.
--

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat