Tragedi Kanjuruhan: Polisi menyatakan gas air mata tidak ada yang mematikan, penyintas ‘napas pedih, kita memilih untuk tidak napas’ - News
Komnas HAM tidak menampik gas air mata bisa menyebabkan kematian secara langsung, akan tetapi di Stadion Kanjuruhan, senjata pengendali massa ini menjadi penyebab utama ratusan orang meregang nyawa.
Hal ini disampaikan Komnas HAM merespon keterangan polisi yang menyebut gas air mata yang ditembakkan di Stadion Kanjuruhan tidak menyebabkan kematian.
Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil meragukan keterangan kepolisian yang menyebut gas air mata di Stadion Kanjuruhan tidak menyebabkan kematian sebelum melakukan otopsi.
Sejumlah penyitas tragedi Kanjuruhan sendiri berbagi pengalamannya yang disebut lebih parah dari gas air mata yang pernah mereka alami sebelumnya.
Baca Juga:
Seorang suporter Arema, Andika Bhimantara yang berada di tribune VIP mengaku merasakan gas air mata yang ditumpahkan polisi di Stadion Kanjuruhan lebih menyakitkan dari yang pernah ia alami sebelumnya.
Pengalaman berjibaku dengan gas air mata pernah ia alami sebelumnya saat menonton pertandingan sepak bola di Sidoarjo, Jawa Timur dan Bali.
“Ini beda gas air matanya, kemarin benar-benar menyakitkan gitu. Saya juga nggak tahu ini gara-gara kebanyakan atau memang... Kalau mata kayak disiram pasir. Kayak orang kelilipan. Kalau sesaknya itu, tenggorokan sakit, napas itu susah,” katanya kepada BBC News Indonesia, Senin (10/10).
Pengalaman terpapar gas air mata juga diungkapkan suporter Arema lainnya, Izy – bukan nama sebenarnya. Ia mengaku sampai tak bisa membuka mata.
“Panik itu pasti. Karena kan tiba-tiba. Nggak bisa napas. Nggak bisa buka mata. Perih banget. Ya, gimana karena napas pedih, kita memilih untuk tidak napas, nunggu udara segar dulu,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kadiv Humas Mabes Polri, Dedi Prasetyo menyatakan gas air mata yang ditembakkan di Stadion Kanjuruhan tidak menyebabkan kematian. Ia mengutip sejumlah ahli dari pakar racun, termasuk dokter paru dan spesialis mata.
“Saya hanya mengutip para pakar. GS atau gas air mata dalam tingkatan tertinggi pun, tidak ada yang mematikan,” kata Dedi dalam keterangan kepada media, Senin (10/10).
Selain itu, Dedi juga mengungkapkan efek gas air mata yang digunakan polisi “tidak mengakibatkan kerusakan yang fatal” pada mata.
Terkini Lainnya
Sejumlah pihak termasuk Komnas HAM sepakat penyebab utama kematian suporter di Stadion Kanjuruhan adalah gas air mata, meskipun polisi menyebut
Siapa Sir Keir Starmer, perdana menteri baru Inggris setelah Partai Buruh menang Pemilu 2024?
Pemerintah Indonesia mau tarik investasi dari orang superkaya - Apa itu Family Office dan enam hal yang perlu diketahui
Petinggi Kominfo mundur 'sebagai tanggung jawab moral' setelah Pusat Data Nasional diretas
Ratusan orang di India tewas akibat berdesakan di festival keagamaan Hindu - 'Banyak yang tertimpa dan saya tidak bisa berbuat banyak'
Pimpinan KPK mengaku gagal berantas korupsi, 'tanpa dibilang pun publik sudah tahu'
BERITA TERKINI
berita POPULER
Ganjar Pranowo dan Basuki Tjahaja Purnama Jadi Ketua DPP PDIP Sampai 2025
Hamas Kemukakan Ide Baru untuk Akhiri Perang: Jaminan Internasional hingga Penarikan Bertahap IDF
Gertak Barat, Putin: Kami Siap Perang Jika NATO Senggol Kawasan Perbatasan
17.300 Hektar Lahan di Israel Utara Hangus Kena Rudal Hizbullah sejak Oktober 2023
Jejak Karir Keir Starmer, Mantan Pengacara yang jadi PM Inggris 2024 Lengserkan Posisi Rishi Sunak