androidvodic.com

BSI diduga kena serangan siber, pengamat sebut sistem pertahanan bank 'tidak kuat' - News

Gangguan layanan Bank Syariah Indonesia (BSI) baru-baru ini, yang diduga kuat akibat serangan siber ransomware, semestinya menjadi pelajaran bagi perbankan di Indonesia. Bank-bank di Indonesia, menurut pengamat keamanan siber, perlu memperkuat sistem pertahanan digital karena serangan siber telah menjadi semakin kompleks dan canggih.

Layanan bank syariah terbesar di Indonesia dilaporkan sempat lumpuh selama kurang-lebih lima hari, membuat kesal para nasabahnya. BSI mengatakan seluruh layanan perbankan sudah berangsur normal dan pulih sejak Kamis (11/05).

Direktur Utama BSI, Hery Gunardi, pada Sabtu (13/05) mengatakan gangguan di banknya “telah dapat dipulihkan segera”.

Ia menambahkan, “prioritas utama kami menjaga data dan dana nasabah”.

Meski demikian, menurut Kepala Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Dr. Pratama Persadha, sistem pertahanan siber bank-bank di Indonesia tidak kuat. Buktinya, sudah beberapa kali bank di Indonesia kena retas.

Pada 2021, Bank Jatim dan BRI Life – perusahaan asuransi milik BRI – diretas dan data pribadi nasabah diduga bocor di internet. Bahkan awal 2022 silam Bank Indonesia mengaku kena serangan ransomware.

Menurut Pratama, hal ini “agak memalukan” karena banyaknya serangan tidak dijadikan pelajaran oleh perbankan di Indonesia. Apalagi, saat Bank Indonesia mendorong digitalisasi semua layanan perbankan untuk mewujudkan masyarakat tanpa uang tunai atau cashless society.

“Kebayang nggak kalau misalkan nanti semua bank di Indonesia tiba-tiba crash mati total dan masyarakat nggak punya duit tunai?” ujarnya.

Menurut Pratama, ada indikasi gangguan di BSI adalah akibat serangan peretas alias hacker karena sistem mengalami mati total selama beberapa hari.

“Hal yang kemungkinan besar membuat itu terjadi adalah malware yang dikirim peretas,” ucapnya.

Namun ia menekankan bahwa untuk memastikan serangan siber, perlu menunggu hasil resmi investigasi forensik digital yang dilakukan BSI bekerja sama dengan otoritas terkait, termasuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Grup peretas asal Rusia, Lockbit, mengklaim bertanggung jawab atas serangan siber yang melumpuhkan semua layanan BSI.

Dalam pengumuman yang diunggah ke dark web, mereka juga mengklaim telah mencuri data sebanyak 1,5 terabyte, termasuk 15 juta data pribadi nasabah dan pegawai — meliputi nama, nomor telepon, alamat, informasi dokumen, isi rekening, nomor kartu, transaksi, dan masih banyak lagi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat