androidvodic.com

Meski Dibolehkan MK, HNW Harap Jokowi Tak Izinkan Gibran Maju Cawapres Demi Tinggalkan Legacy Harum - News

Laporan Reporter News, Rizki Sandi Saputra

News, JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI (MPR) Hidayat Nur Wahid (HNW) merespons soal putusan Mahkamah Konstitusi RI (MK) yang mengabulkan gugatan nomor 90/PUU-XXI/2023.

HNW menyesalkan putusan MK yang mengabulkan sebagian uji materi batasan usia calon wakil presiden (cawapres), sehingga membolehkan pihak yang berumur di bawah 40 tahun tapi pernah atau sedang menjadi kepala daerah bisa maju atau dicalonkan sebagai Calon Wakil Presiden. 

Menurut dia, putusan tersebut menunjukkan inkonsistensi MK, sehingga dikhawatirkan dapat menjatuhkan marwah dan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan tertinggi tersebut. 

"Putusan ini jelas tidak konsisten dengan putusan-putusan MK sebelumnya yang menyatakan berkaitan dengan syarat usia pejabat publik bahwa itu bukan kewenangan MK, melainkan open legal policy (kebijakan hukum terbuka) dari pembentuk undang-undang yaitu DPR dan Pemerintah. Ini jelas sangat disesalkan dan disayangkan," kata HNW dalam keterangan resminya, Selasa (17/10/2023).

Baca juga: Saldi Isra: Putusan MK soal Gugatan Batas Usia Cawapres Aneh dan Luar Biasa

Lebih lanjut, HNW juga menyoroti terkait adanya 4 dari 9 hakim konstitusi yang menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam memutus perkara gugatan itu.

Menurut dia, meski ada 4 hakim yang memiliki pendapat berbeda, namun jumlahnya lebih sedikit dibanding yang mengabulkan.

Padahal menurut dia, apa yang diputuskan tersebut tidak sesuai dengan prinsip kenegarawanan yang menjadi syarat sebagai Hakim Konstitusi. 

"Dan Rakyat, pemilik Kedaulatan memilih capres dan cawapres, tentu harus memperhatikan dan menyimak putusan tidak konsisten yang dinilai banyak pihak sebagai akan menguntungkan salah satu kepala daerah yang masuk dalam bursa cawapres padahal umurnya belum mencapai 40 tahun, tapi yang bersangkutan adalah anak Presiden Joko Widodo ini," kata dia.

Bahkan atas adanya putusan tersebut, kini telah muncul beberapa julukan baru dari publik terhadap singkatan MK.

Kebanyakan yang beredar kata dia, publik menilai MK merupakan Mahkamah Keluarga bukan lagi Mahkamah Konstitusi.

"Sehingga memunculkan ungkapan yang memelesetkan bahwa MK bukan lagi Mahkamah Konstitusi melainkan Mahkamah Keluarga, hal yang semakin menjatuhkan marwah lembaga peradilan tersebut," kata dia.

Tak hanya itu, putusan tersebut juga kata dia berpotensi menimbulkan praktik-praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang sejatinya sudah menjadi prinsip yang harus dilawan sejak reformasi.

"Putusan ini berpotensi menabrak prinsip penting hadirnya salah satu tuntutan reformasi yaitu menolak KKN. Yang ditolak bukan hanya Korupsi, dan Kolusi tapi juga ‘nepotisme’," tuturnya. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat