androidvodic.com

Gerakan Jaga Pemilu Minta Masyarakat Melapor Jika Menemukan Potensi Pelanggaran Pemilu - News

Laporan Reporter News, Rizki Sandi Saputra

News, JAKARTA - Sejumlah aktivis, tokoh muda, dan pengusaha mendeklarasikan gerakan Jaga Pemilu untuk mengawasi potensi kecurangan Pemilu 2024.

Inisiator Jaga Pemilu sekaligus mantan Wakil Koordinator BP ICW Lucky Djani menyatakan, dalam mengawal agenda pemilu itu, pihaknya juga turut meminta adanya keterlibatan masyarakat.

Lucky menyebut gerakan Jaga Pemilu kini sudah membuka platform di beberapa media sosial agar masyarakat bisa melakukan pelaporan jika mendapati adanya potensi pelanggaran.

"Kami sudah ada platform di media sosial, Instagram, FB, Twitter, TikTok Jaga Pemilu. Warga bisa laporkan jika merasa kecurangan, kami akan proses," kata Lucky saat jumpa pers di Kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (21/11/2023).

Kata Lucky, nantinya pelaporan yang masuk dalam platform Jaga Pemilu, akan langsung disampaikan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Hal itu sebagaimana, prosedur yang sudah ditetapkan dala menindaklanjuti suatu laporan.

Baca juga: Awasi Potensi Kecurangan, Sejumlah Aktivis Hingga Tokoh Muda Luncurkan Gerakan Jaga Pemilu

"Kami akan ikuti standar pelaporan agar bisa ditindaklanjuti pihak penyelenggara terutama Bawaslu," kata dia.

Tak hanya pada proses tahapan pemilu, Lucky juga meyakini akan turut mengawal proses penghitungan suara.

"Semoga dalam waktu dekat kita bisa launching sehingga pada hari H pemungutan suara warga juga bisa aktif pengawasan dan memantau rekapitulasi hasil suara," ujar Lucky.

Dalam deklarasi gerakan tersebut, Lucky turut menyoroti soal hasil atau putusan Mahkamah Konstitusi RI (MK) yang belakangan telah menjadi polemik dalam demokrasi Indonesia.

Baca juga: Pakar Hukum, Aktivis Anti-Korupsi, & Puluhan Tokoh Lintas Bidang Bakal Deklarasi Gerakan Jaga Pemilu

Kata dia, putusan itu telah menciptakan setidaknya empat prahara yang mengusik etika politik.

Pertama yakni soal potensi kecenderungan untuk meneruskan kekuasaan yang mengarah pada praktik politik dinasti.

Kedua, tendensi arah kekuasaan menuju tataran politik tirani dengan kemampuan dan keinginan terus berkuasa dengan memanfaatkan institusi hukum sebagai alat kekuasaan untuk mempertahankan kepentingan dari kekuatan politik dominan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat