androidvodic.com

Jokowi Tegaskan UU Pemilu Soal Presiden Boleh Kampanye, Pakar Hukum Singgung Undang-Undang KKN - News

Laporan Wartawan News, Ashri Fadilla

News, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menilai bahwa cawe-cawe Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) semakin terlihat saat menunjukkan print-out Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Hal itu lantaran Jokowi hanya menggunakan Pasal 281 dan 299 sebagai tameng.

Pasal tersebut berupa ketentuan bagi Presiden dan Wakil Presiden untuk kampanye.

Padahal, penafsiran undang-undang harus dibaca secara utuh.

"Kita lihat bahwa Presiden sudah sangat terbuka hendak cawe-cawe kepemiluan. Presiden bahkan sama sekali tanpa malu malu mem-print out (Pasal) 281 dan 299," kata Feri Amsari dalam acara diskusi bertajuk Menjaga Integritas Pemilu 2024 Melalui Inisiatif Pemantauan Pemilu oleh Oranisasi Masyarakat Sipil yang diselenggarakan Perludem, Minggu (28/1/2024).

Kemudian Feri juga menilai bahwa tindak-tanduk Presiden sebagai penyelenggara negara juga harus melihat peraturan lain.

Peraturan yang dimaksud ialah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Feri pun mengutip Pasal 5 yang memuat kewajiban-kewajiban penyelenggara negara, termasuk Presiden.

"Tapi Presiden tidak baca undang-undang yang lain. Misalnya Pasal 5 Undang-Undang 28 Tahun 1999," katanya.

Satu di antara tujuh poin dalam pasal tersebut berbunyi: melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggungjawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Pasal 5 menyatakan penyelenggara negara dilarang melakukan tindakan yang tidak bertanggung jawab dan melakukan tindakan yang akan menguntungkan keluarganya sendiri. Kira-kira bertanggung jawab enggak menggunakan jabatan sebagai Presiden untuk kampanye anaknya sendiri?" ujar Feri.

Lebih dari itu, menurut Feri, ada hal lain yang bernilai lebih tinggi dari peraturan, yakni etika.

Peraturan pun tak semestinya digunakan celahnya untuk menabrak etik.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat