androidvodic.com

Sikapi Pelaku Teror, Kewenangan BIN Bisa Ditambah Lewat Revisi UU Terorisme - News

Laporan Wartawan News, Ferdinand Waskita

News, JAKARTA - Revisi Undang-Undang tentang Terorisme dinilai dapat menjadi solusi atas tidak efektifnya kepolisian memberantas aksi teror di Indonesia.‎

Pengamat hukum Andri W Kusuma menyatakan cara kepolisian memberantas teroris masih terikat aturan KUHAP.

"Memang polisi sangat berperan. Tapi kita lihat, polisi yang kitab sucinya KUHAP ini terbukti pada tragedi bom Thamrin. Polisi gagal mencegah para pelaku biar pun sudah ada info intelijen dari BIN," kata Andri di Jakarta pada Selasa (19/1/2016).

Kegagalan itu karena dalam penegakan hukum tindak pidana terorisme Pasal 26 UU No 15 tahun 2003 dibutuhkan formalitas yang wajib dipenuhi oleh kepolisian.

Andri mencontohkan dua alat bukti sebagai bukti permulaan yang cukup, penyidikannya mesti mendapatkan perintah terlebih dahulu dari Pengadilan Negeri setempat sehingga memang sangat menyita waktu.

Padahal, pelaku tindak pidana terorisme menyiapkan aksinya kerap melakukan pergerakan intelijen di antaranya perekrutan, penggalangan, perencanaan, sehingga kepolisian sulit membuktikannya.

"Dalam hal deteksi dini dan cegah dini ini BIN dapat menjalankan perannya. Sehingga intelijen juga harus memiliki kewenangan menangkap," imbuh Andri.

"Sama seperti di negara lain contohnya Malaysia, dan Singapura. Bahkan di Malaysia, bila ada orang terduga teroris, ditangkap, kemudian dipasangi kalung yang ada GPS-nya," tutur dia.

Ia melihat BIN dan personelnya sudah terlatih dan terdidik dalam dunia intelijen sehingga kewenangannya menindak pelaku teror perlu dimasukkan dalam revisi UU Terorisme.

"Ingat yang direvisi UU terorisme, bukan UU intelijen. BIN ini memiliki sifat deteksi dini, dan cegah dini. Di tahap cegah dini inilah, BIN bisa melakukan penangkapan, tapi misal diberi waktu 7 x 24 jam," kata dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat