androidvodic.com

Konsorsium Pembaruan Agraria: Konflik Agraria Justru Meningkat di Masa Pendemi Covid-19 - News

Laporan Wartawan News, Gita Irawan

News, JAKARTA - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam Catatan Akhir Tahun 2020-nya menyimpulkan konflik agraria justru meningkat di masa pandemi covid-19.

Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan hal itu di antaranya didasarkan hasil pemantauan yang dilakukan pihaknya.

Berdasarkan pemantauan tersebut jumlah konflik agraria di sektor perkebunan meningkat sebesar 28 persen dibandingkan tahun lalu.

Selain itu, kata Dewi, jumlah konflik agraria di sektor kehutanan juga meningkat bahkan hingga sebesar 100 persen dibandingkan dengan tahun lalu.

Baca juga: TPU Pondok Ranggon Penuh, Pengelola Cari Lahan Kosong untuk Makamkan Jenazah Covid-19

Sektor perkebunan, kata dia, adalah sektor sektor dengan jumlah konflik tertinggi yaitu 122 kasus.

Tertinggi kedua, kata Dewi, adalah konflik di sektor kehutanan yakni 41 konflik.

Dari sisi jumlah, kata Dewi, konflik agraria tahun 2020 total letusan konflik agraria 241 kasus, dengan jumlah korban terdampak 135.332 Kepala Keluarga.

Baca juga: Rebutan Lahan Berujung Maut, Saling Bacok, Seorang Pria Tewas Dikeroyok

Konflik tersebut, kata dia, tersebar di 359 desa atau kota dan 30 provinsi.

Hal tersebut disampaikan Dewi dalam Peluncuran Catatan Akhir Tahun 2020 Konsorsium Pembaruan Agraria secara virtual pada Rabu (6/1/2021).

"Kita menyimpulkan bahwa perampasan tanah dan kekerasan tidak berkurang di masa pandemi di tengah ekonomi minus. Justru meningkatnya jumlah konflik agraria di sektor perkebunan sebesar 28 persen dibandingkan tahun lalu. Bahkan 100 persen di sektor kehutanan dengan keluarga terdampak yang mencapai 135.332 keluarga membuktikan bahwa pandemi tidak menghentikan laju ekspansi pemodal," kata Dewi.

Selain itu, kata Dewi, KPA melihat para pelaku bisnis atau badan usaha raksasa di sektor tersebut menggunakan momentum krisis untuk melakukan akumulasi kekayaannya dengan mengukuhkan klaim dan penguasaan tanahnya.

Baca juga: Krisis Lahan Makam, Jenazah Pasien Covid Dimakamkan dengan Sistem Tumpang

KPA mencatat krisis ekonomi yang melanda bangsa akibat pandemi justru menjadi titik balik dari usaha-usaha perluasan monopoli tanah dan sumber-sumber agraria kelompok konglomerat dan badan usaha skala besar.

KPA juga menyoroti perbedaan situasi kota dan desa terkait situasi agraria di tengah pandemi.

KPA melihat saat kota-kota menghadapi kelesuan bisnis dan investasi akibat wabah yang meluas dan kebijakan PSBB yang ketat namun demikian di desa perusahaan-perusahaan berbasis agraria masih dan makin leluasa bergerak karena situasi wabah tidak separah di kota dan kebijakan PSBB pun tidak seketat di kota.

Menurut KPA hal itulah yang menyebabkan pedesaan di masa pandemi tetap menjadi sasaran masif perluasan investasi dan akumulasi kekayaan kelompok badan usaha.

KPA melihat perusahaan-perusahaan kakap yang memiliki investasi bisnis di banyak sektor memusatkan perhatian pada bisnis-bisnis berbasis agraria di wilayah pedesaan sehingga perampasan tanah berskala besar sepanjang tahun 2020 telah membuat petani, buruh tani, nelayan, masyarakat adat, perempuan dan anak-anak dalam komunitas miskin di desa dan kota hidup dalam situasi semakin buruk.

"Di tengah resesi ekonomi, di tengah pertumbuhan ekonomi yang minus, justru kita mengalami surplus konflik agraria dan surplus proses-proses perampasan tanah, akuisisi lahan, sebagai cerminan terjadinya reorganisasi ruang-ruang akumulasi kapital baru di tengah krisis, utamanya melalui investasi dan ekspansi bisnis di sektor perkebunan monokultur dan kehutanan seperti tanaman industri," kata Dewi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat