androidvodic.com

Tokoh Papua Beberkan Alasan Banyak Masyarakat Papua Tidak Setuju Adanya Pemekaran  - News

News, JAKARTA - Tokoh rohaniawan Papua Barat, Pater Bernardus Baru menyatakan pada prinsipnya sejak awal semua lapisan masyarakat Papua asli menolak adanya pemekaran jilid kedua di Papua.

Pasalnya pada pemekaran awal, pembangunannya tidak terbukti diperuntukan bagi kesejahteraan masyarakat Papua dan masih banyak hal yang menurutnya perlu diperbaiki dan dimantapkan.

Hal tersebut disampaikan Pater Bernardus Baru pada konferensi pers 'Catatan Hari HAM 2022 Amnesty International Indonesia' di kawasan Cikini, Jakarta, Jumat (9/12/2022).

"Jadi seluruh lapisan masyarakat itu pada prinsipnya tidak menyetujui proses pemekaran. Karena pemekaran awal saja yang sudah terjadi pembangunannya tidak terbukti untuk kesejahteraan masyarakat. Jadi masih banyak hal yang mesti dilanjutkan, diperbaiki dan dimantapkan, karena banyak kabupaten yang tidak berjalan seperti yang diharapkan," kata Pater.

Pater mengatakan banyak masyarakat Papua yang menduga pemekaran dilakukan demi kekuasaan atau demi kepentingan proses investasi hingga penguasaan lahan.

Sebab pemekaran dapat menciptakan bilik politik bagi pejabat tertentu untuk mengeksekusi kepentingannya dan meninggalkan kepentingan masyarakat.

"Kami dari masyarakat adat melihat tendensi pemekaran adalah sasaran untuk proses agar pemerintah men-goalkan operasi pertambangan dan seterusnya," ujar Pater.

Belum lagi, pemekaran berdampak pada penambahan struktural aparat di Papua yang dapat meningkatkan konflik.

Pater juga menyayangkan adanya segolongan orang yang menganggap orang Papua sebagai musuh, dan orang Papua asli dengan mudah dihabisi sebagaimana kasus Paniai.

Bahkan tak jarang orang Papua asli dituduh sebagai orang OPM.

Baca juga: Wapres Maruf Amin: Pemekaran Wilayah Daerah Otonom Baru jadi Game Changer di Papua

"Kami melihat indikasi dengan adanya pemekaran, konflik-konflik semakin meningkat. Tidak akan selesai," ujarnya.

Pater mengatakan masalah Papua adalah masalah politik, dimana negara diharapkan dapat menguatkan dialog politik untuk menyelesaikan permasalah di Papua. 

"Karena kalau tidak militer semakin banyak, berakibat kekerasan dan seterusnya. Jadi harus ada penyelesaian di tingkat politik dengan dialog dan negosiasi," kata Pater.

Ia juga mengingatkan pemerintah agar tidak menghilangkan eksistensi pengungsi yang ada di Papua.

Pater khawatir, sebab berdasarkan fakta di lapangan, ia melihat pemerintah yang dibekingi aparat berusaha untuk mengatur seakan-akan sudah tidak ada lagi pengungsi.

"Pengungsi di seluruh Papua ini masih ada 60 ribu. Kalau pemerintah ada kesengajaan untuk menghilangkan, ini namanya kejahatan." 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat