androidvodic.com

KLHK Limpahkan Perkara Kasus Pengangkutan Kayu Tanpa Ijin di Hutan Tambora ke Kejati NTB - News

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

News, MATARAM - Tim Penyidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara (Jabalnusra) melimpahkan kasus pengangkutan kayu tanpa dokumen di wilayah kerja Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Tambora ke Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB).

Pelimpahan ini dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap atau P-21 oleh Jaksa Penuntut Umum Kejati NTB.

Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra Taqiuddin mengatakan, kasus ini bermula dari kegiatan patroli rutin yang dilakukan oleh Polhut Balai KPH Tambora, pada hari Sabtu, 7 Januari 2023 sekitar pukul 13.00 WITA.

Taqiuddin menjelaskan, saat itu pihaknya menemukan pelaku sedang mengangkut kayu rimba campuran di dalam Kawasan hutan Tambora (RTK.53) Wilayah administrasi Dusun Sumber Urip, Desa Oi Bura, Kecamatan Tambora-Kabupaten Bima.

Baca juga: Gakkum KLHK: Kasus Penyelundup Satwa Liar Dilindungi akan Segera Dlimpahkan ke Kejati Gorontalo

Selanjutnya, kasus ini diserahkan ke Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra untuk dilakukan proses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun dalam proses penyidikan, ditetapkan tersangka atas nama HR (23) yang merupakan warga Dusun Kaliaga I Desa Kadindi, Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu sebagai Sopir sekaligus pemilik kendaraan dan pemilik kayu tersebut.

Baca juga: KLHK Dorong Perusahaan Terapkan Tata Kelola Berkelanjutan sehingga Berkontribusi bagi Masyarakat

Kemudian, setelah berkas dinyatakan lengkap oleh JPU Kejaksaan Tinggi NTB, tersangka yang sebelumnya ditahan di Rutan Polda NTB kemudian dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum Kejati NTB pada hari Kamis, 12 Maret 2023.

Barang bukti yang diamankan dan disita dari pelaku berupa 26 batang kayu rimba campuran dengan volume 2,824 m3 dan kendaraan Truk Merk Mitsubishi type FE 349.

Atas perbuatannya itu, pelaku dijerat Pasal 88 ayat (1) huruf “a” Jo. Pasal 16 dalam Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman pidana paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Taqiuddin, mengatakan, dampak perbuatan tersangka adalah kerugian materil dan inmateril.

“Dampak kerugian materil yaitu hilangnya potensi pendapatan negara, sementara secara inmateril yaitu mengancam fungsi kawasan hutan dan potensi terjadinya berbagai bentuk bencana seperti banjir dan tanah longsor, dimana semuanya potensi kerugian inmateril ini tidak dapat dihitung jumlahnya yang berberdampak negatif buat kehidupan manusia," kata Taqiuddin dalam keterangan tertulis, Minggu (19/3/2023).

"Karena itu, pelaku harus dihukum seberat-beratnya," ucap Taqiuddin.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat