androidvodic.com

Pakar Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Jarak Buffer Zone dengan Standar Internasional Patut Dicontoh - News

News, JAKARTA - Pakar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Juwari mengatakan, jarak zona penyangga atau buffer zone dengan standar internasional di luar negeri bisa menjadi contoh bagi objek vital nasional (Obvitnas) di Tanah Air.

Dalam hal ini, jarak buffer zone berstandar internasional tersebut cukup jauh dan steril dari permukiman penduduk.

“Buffer zone sangat dibutuhkan untuk mencegah bahaya sampai ke masyarakat. Untuk itu, kondisi buffer zone pada industri di negara maju yang jauh dari permukiman, patut dicontoh di Indonesia,” kata Juwari kepada media hari ini (24/3/2023).

Baca juga: Tegas, Bos Pertamina Sebut Buffer Zone di Depo Plumpang Harus Segera Dibenahi

Terkait hal itu pula, Juwari mengingatkan, bahwa keberadaan buffer zone memang sangat penting di semua Obvitnas.

Terutama bagi industri atau Obvitnas yang memiliki potensi bahaya, seperti kebakaran, ledakan, dan kebocoran bahan beracun.

Hanya saja, lanjutnya, sebenarnya belum ada ketentuan baku mengenai jarak buffer  zone. Jarak tersebut sangat tergantung dari masing-masing potensi bahaya dari industri atau Obvitnas.

Sebagai ilustrasi, Juwari mencontohkan dua industri atau Obvitnas yang sama, yakni bahan kimia.

Meski sama-sama bahan kimia, ternyata ada perbedaan mengenai jarak buffer zone ideal. Yakni, antara bahan kimia beracun dan bahan kimia yang ‘hanya’ mudah terbakar dan meledak.

“Bahan kimia beracun membutuhkan buffer zone lebih jauh dibandingkan yang ‘hanya’ mudah terbakar dan meledak. Hal ini untuk mengantisipasi, jika terjadi kebocoran, agar tidak mengalir dan terbawa angin karena bisa meracuni warga. Sedangkan yang ‘hanya’ berpotensi meledak, buffer zone dibutuhkan untuk mencegah dari dampak ledakan saja,” urainya.

Baca juga: Pengamat Keselamatan Kerja Ingatkan Pentingnya Zona Penyangga guna Cegah Bahaya Sampai ke Masyarakat

Tetapi itu tadi, kata dia, merujuk pada buffer zone berstandar internasional di luar negeri, di mana steril dari penduduk tentu bisa dijadikan contoh.

“Karena jika sangat dekat, penduduk pasti akan merasa terganggu. Apalagi bahaya fisika seperti kebisingan, getaran dan limbah industri yang perlu diolah sebelum dibuang ke lingkungan," kata Juwari.

Untuk itu pula, Juwari menilai positif jarak buffer zone di berbagai industri pupuk. Petrokimia Gresik misalnya yang berjarak 250-310 meter dari permukiman terdekat.

Begitu pula dengan Pupuk Sriwijaya Palembang, yang berjarak 400 meter dari permukiman warga. Bahkan Pupuk Kaltim, yang memiliki buffer zone hingga 800 meter dari permukiman.

Karena semakin jauh, jelas Juwari, akan semakin baik mengantisipasi timbulnya potensi bahaya kebocoran, ledakan, dan kebakaran.

Di sisi lain, Juwari juga menilai positif rencana Pertamina membangun kanal air di sekitar buffer zone.

“Rencana ini sangat baik dan tentu perlu dukungan semua pihak demi keselamatan semua,’’ kata dia.  

Mengenai kondisi buffer zone dengan standar internasional, sebelumnya memang mengemuka pada Indonesia Iso Expert Association (IIEA) Forum Discussion, 9 Maret 2023. 

Pada forum tersebut disampaikan, bahwa tidak ada masyarakat bermukim di Terminal BBM di negara maju.  

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat