androidvodic.com

KPK dan Advokat Sejajar, Jangan Saling Menegasikan - News

News, JAKARTA - Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Selatan Halomoan Sianturi berpendapat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan advokat kedudukannya sejajar sebagai sesama penegak hukum, sehingga jangan saling menegasikan.

Ia mengkritisi langkah KPK mentersangkakan sejumlah advokat saat membela kliennya seperti Lucas dan Friedrich Yunardi dan yang teranyar adalah Stefanus Roy Rening, pengacara Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. 

Roy Rening ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian ditahan KPK dengan tuduhan melanggar Pasal 21 Undang-Undang (UU) No 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Roy disangka merintangi penyidikan atau "obstruction of justice".

Baca juga: Jadi Tahanan KPK, Pengacara Lukas Enembe Pasrah Gagal Nyaleg

"Padahal itu cuma beda sudut pandang saja. KPK memandangnya dari UU Tipikor, sedangkan Roy Rening memandangnya dari UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat," jelas Halomoan Sianturi yang juga anggota Tim Advokat untuk Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK).

Seharusnya, kata Halomoan, KPK menggunakan UU Advokat ketika memandang posisi Roy Rening sebagai pengacara Lukas Enembe, karena UU No 18 Tahun 2003 adalah "lex specialis". "Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum," cetus Halomoan yang juga anggota Koalisi Antikorupsi dan Antikriminalisasi.

Sesuai UU No 18 Tahun 2003, kata Halomoan, status advokat adalah penegak hukum sebagaimana polisi, jaksa dan hakim, sehingga keempatnya disebut sebagai "catur wangsa". "Jadi antara advokat dan KPK sebenarnya posisinya sejajar, sama-sama penegak hukum, sehingga tidak boleh saling menegasikan," tegasnya. 

Baca juga: Resmi Ditahan KPK, Ini Dosa Pengacara Lukas Enembe yang Rintangi Penyidikan

Karena merasa dalam satu "wangsa" itulah, menurut Halomoan, selama ini advokat selalu mendukung KPK dalam melakukan penegakan hukum. "Bahkan ketika rumah pimpinan KPK diteror dengan bom molotov, para advokat termasuk saya langsung sidak (inspeksi mendadak) ke lokasi untuk memberikan penguatan dan dukungan moral ke pimpinan KPK," papar Haloman. 

"Jadi sebenarnya antara advokat dan KPK itu saling membutuhkan," lanjutnya.

Halomoan lalu menjelaskan, dalam Pembukaan Kode Etik Advokat Indonesia dinyatakan, "Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada di bawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik, serta memiliki kebebasan yang didasarkan pada kehormatan dan kepribadian advokat yang berpegang teguh pada kemandirian, kejujuran, kerahasiaan dan keterbukaan."

Lalu, lanjut Halomoan, "Profesi advokat adalah selaku penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya."

Menurut Halomoan, Pasal 16 UU Advokat menyatakan, "Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien  dalam sidang pengadilan, dan di luar sidang pengadilan pada saat menjalankan profesinya." 

"Hal itu juga berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013," tukasnya. 

Lalu, kata Halomoan, Pasal 19 ayat (1) UU Advokat menyatakan, "Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang."

Ayat (2) pasal yang sama, masih kata Halomoan, menyatakan, "Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik."

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat