androidvodic.com

Guru Besar Ilmu Hukum UGM : Jiwa Nasionalisme Warga Indonesia Jangan Tergantikan Internasionalisme - News

Laporan Wartawan News, Eko Sutriyanto 

News, JAKARTA -  Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Sudjito Atmoredjo SH MSi mengatakan,  jiwa nasionalisme Indonesia perlu dirawat, jangan tergusur, tergeser apalagi tergantikan internasionalisme, faham-faham sejenis ataupun faham-faham derivasi lainnya.

Sudjito mengingatkan, adanya beberapa ajaran Bung Karno tentang nasonalisme yakni  internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar di dalam bumi nasionalisme dan nasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak hidup dalam tamansarinya internasionalisme.

"Bung Karno sebagai orang nasionalis tidak pernah memisahkan dirinya dari dimensi ketuhanan, yang diyakini oleh diri dan bangsanya dalam menjalani kehidupan kebangsaan dan kenegaraan," kata Sudjito saat orasi ilmiah berjudul Kembali Kepada Fitrah Cita Negara saat peringatan ulang tahun ke-13, Aliansi Kebangsaan di Jakarta, Senin (30/10/2023).

Baca juga: Waket MPR: Pendidikan Pancasila adalah Upaya Wujudkan Nasionalisme Generasi Penerus Bangsa

Dikatakanya, nasionalisme yang dipunyai Indonesia bukanlah nasionalisme yang menyendiri, bukan chauvinisme, bukan sesuatu yang terisolasi dan saling menegasi dengan tatanan global (internasionalisme).

“Fitrah bangsa dan negara sebagai konsep abstrak, perlu diaktualisasikan, agar tertransformasikan menjadi perilaku konkrit, berupa aktivitas-aktivitas bernilai ibadah,” katanya.

Dikatakannya, Indonesia sudah sepakat bahwa dasar filsafat Negara adalah Pancasila yang merupakan nilai-nilai yang sesuai dengan hati nurani bangsa Indonesia.

Ketua Aliansi Kebangsaan Ponjo Sutowo mengatakan, setelah 25 tahun reformasi dan diberlakukannya UUD 1945 hasil empat kali amandemen, bangsa Indonesia telah meraih berbagai kemajuan inkremental, namun kemajuan yang dicapai itu berdiri di atas landasan yang goyah. 

UUD 1945 yang mengalami perubahan empat kali dalam kurun waktu 1999-2002, telah membawa perubahan mendasar dengan berbagai implikasinya dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. 

Baca juga: Indonesian Gastronomy Community Adakan Talkshow Nasionalisme Rasa

"Harus disadari, selain membawa implikasi positif, amandemen UUD 1945 juga telah menimbulkan berbagai implikasi negatif, atau setidaknya menimbulkan beberapa masalah serius dalam kehidupan politik ketatanegaraan, hukum, ekonomi, sosial, bahkan pertahanan keamanan," kata . 

Pada ranah tata nilai, etik mengalami kemunduran dan meluluhnya dimensi etik, Indonesia sebagai bangsa majemuk kehilangan basis dan simpul rasa saling percaya dan tanpa basis integritas, cita persatuan menjelma jadi perseteruan. 

"Pancasila dan nilai-nilai kebangsaan dirayakan dengan surplus ritual dan ucapan, namun miskin penghayatan dan pengamalan. Dalam realitasnya, Pancasila tidak lagi dijunjung tinggi sebagai “titik temu, titik tumpu, dan titik tuju” kehidupan berbangsa dan bernegara," katanya. 

Pada ranah tata kelola politik kenegaraan, kebebasan yang dimungkinkan oleh demokrasi harus dibayar mahal dengan robohnya rumah tradisi kekeluargaan. 

Desain demokrasi dan kelembagaan negara menyimpang dari prinsip negara hukum, negara persatuan dan negara keadilan seperti dikehendaki oleh cita negara Pancasila. 
"Sistem demokrasi prosedural yang menekankan keterpilihan individu dalam sistem pemilu yang padat modal telah merusak prinsip-prinsip kesetaraan politik dan kesetaraan kesempatan, yang melahirkan demokrasi degeneratif di bawah tirani oligarki," katanya. 

Pada ranah tata sejahtera, demokrasi politik tidak berjalan seiring dengan demokrasi ekonomi dan kesenjangan sosial semakin lebar karena pengabaian prinsip keadilan dalam distribusi kesejahteraan menyangkut harta, kesempatan dan privilese sosial. 

Baca juga: 7 Contoh Puisi Hari Sumpah Pemuda 2023 Singkat, Bertema Kepemudaan dan Nasionalisme

  
Selain itu, Indonesia dengan potensi sumberdaya alam yang berlimpah justru tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara berdaulat. 

"Belajar dari pengalaman masa penjajahan yang lalu, ketidakmampuan kita mengelola kekayaan alam demi kemakmuran bersama dapat mengundang hadirnya kembali kolonialisme dan imperialisme di Indonesia dalam wujudnya yang baru," katanya. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat