androidvodic.com

93 Pegawai KPK Terlibat Kasus Pungli di Rutan, Usman Hamid: Bukti Lainnya Pelemahan KPK Era Jokowi - News

Laporan Wartawan News, Rahmat W Nugraha

News, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai 93 pegawai KPK yang terjerat pungli di rumah tahanan (Rutan) jadi bukti lainnya dari pelemahan KPK.

Dikatakan Usman pelemahan itu berimbas pada penyimpangan di tubuh KPK.

Diketahui berdasarkan temuan Dewan Pengawas (Dewas) KPK dan tertuang dalam sanksi etik, pungli di Rutan KPK ini terjadi secara terstruktur sejak 2018, tetapi baru berhasil dibongkar Dewas pertengahan 2023 kemarin.

Di meja etik Dewas ada total 93 pegawai KPK yang di sidang.

"Itu memang ambruknya etika di dalam komisi yang dulunya paling dibanggakan dan paling dipercaya soal etika," kata Usman Hamid, Minggu (17/3/2024).

Baca juga: 15 Tersangka Kasus Pungli di Rutan KPK Diberhentikan Sementara

Usman melanjutkan bahwa hal itu menjadi bukti kesekian kali bahwa pemerintahan Jokowi melakukan pelemahan terhadap KPK.

Dan pelemahan itu berakibat pada penyimpangan di dalam KPK itu sendiri.

"Karena mereka merasa tidak ada lagi kontrol dan keseimbangan. Dan tidak ada lagi semacam etika yang dijadikan panduan. Sehingga mereka bisa melakukan apa saja," sambungnya.

Ia menyebutkan bahwa dahulu  KPK sangat kuat.

Komisioner dan penyidik KPK tidak bisa sembarangan bertemu dengan orang lain apalagi melakukan pungutan liar.

"Belakangan setelah KPK melemah, independensinya melemah, UU KPK diubah. Pemimpin dan seleksinya tidak kredibel. Ini tinggal menunggu waktu saja," lanjutnya.

Apalagi kata Usman anggota KPK yang berintegritas dan bersih justru disingkirkan hanya karena dianggap tidak berwawasan kebangsaan.

"Nah yang dianggap berwawasan kebangsaan ini yang sekarang melakukan pemungutan liar. Jadi jangan-jangan wawasan kebangsaan itu hanya dialih saja untuk menutupi penyimpangan-penyimpangan KPK," tegasnya.

Usman lalu meminta semua orang yang terlibat pungli di rutan KPK untuk diberhentikan secara tidak hormat.

"Kalau ambang batas di etika itu sangat tinggi. Jadi kalau ada kejadian seperti itu diberhentikan tidak dengan hormat," tegasnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat