androidvodic.com

Fakta Putusan MKMK: Status Jabatan Ketua APHTN-HAN Hakim Guntur Hamzah Telah Non-aktif - News

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

News, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyampaikan fakta baru dalam putusan terkait laporan dugaan pelanggaran etik terhadap Hakim Guntur Hamzah.

Berdasarkan putusan MKMK, Guntur Hamzah selaku Hakim Terlapor dinyatakan tidak melanggar kode etik dan Sapta Karsa Hutama, khususnya Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.

Dalam pertimbangan hukum putusan tersebut, MKMK menjelaskan, jabatan sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) mulai dijabat Guntur Hamzah saat masih berstatus sebagai Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi.

Jabatan tersebut ditetapkan melalui Musyawarah Nasional ke VI APHTN-HAN di Samarinda pada 3-4 Februari 2021, yang tertuang dalam Keputusan Nomor 01.01/APHTN-HAN/II/2021 tentang Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Masa Bakti 2021-2025, bertanggal 16 Februari 2021.

Sementara itu, kata MKMK, status Hakim Guntur Hamzah sebagai Ketua Umum APHTN-HAN telah non-aktif berdasarkan Keputusan Nomor 01.11 APHTN-HAN/XII/2023 tentang Perubahan Keputusan Nomor 01.01/APHTN-HAN/II/2021 tentang Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Masa Bakti 2021–2025.

"Mulai saat itu segala tindakan organisasional yang membutuhkan tanda tangan pimpinan organisasi APHTN-HAN tidak lagi dilakukan (ditandatangani) oleh Hakim Terlapor," ucap majelis hakim MKMK.

"Pada Keputusan Nomor 01.11/APHTN-HAN/XII/2023 status Hakim Terlapor, termasuk juga beberapa personil pengurus pusat APHTN-HAN, diberi tanda bintang (*) dengan keterangan sebagai tanda status non aktif. Hal itu juga dibenarkan oleh keterangan saksi yang dihadirkan oleh Pelapor," tambahnya.

MKMK menilai, keberadaan Guntur Hamzah sebagai Ketua Umum APHTN-HAN bukan merupakan pelanggaran Sapta Karsa Hutama.

"Apabila kedudukan sebagai Ketua Umum APHTN-HAN membuat Hakim Terlapor merasa tidak nyaman, meskipun bukan merupakan pelanggaran, maka melepaskan jabatan sebagai Ketua Umum APHTN-HAN merupakan langkah yang bijaksana jika hal itu hendak dilakukan oleh Hakim Terlapor," kata Majelis Kehormatan MK.

Sebagai informasi, putusan ini dilakukan untuk dua Pelapor, yang masing-masing diajukan oleh kelompok mengatasnamakan Gerakan Aktivis Konstitusi (GAS) dan Forum Mahasiswa Peduli Konstitusi (FORMASI).

Dalam laporannya, pelapor mempermasalahkan Guntur Hamzah yang memiliki jabatan di luar profesinya sebagai hakim, yakni Ketua Umum APHTN-HAN.

Baca juga: Jelang MK Gelar Sidang Sengketa Pileg 2024, KPU Siap Adu Jawaban dan Alat Bukti

Karena dinilai masih menjabat organisasi di luar gelar hakim, Pelapor meminta MKMK untuk melarang Guntur Hamzah ikut menangani perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa hasil Pemilu 2024, baik Pemilu Legislatif (Pileg) maupun Pemilu Presiden (Pilpres).

Jika itu terjadi, maka ada kekhawatiran MK tak bisa menyelenggarakan sidang sengketa hasil Pemilu 2024.

Sebab, sesuai aturannya, sidang MK dapat digelar dengan minimal delapan hakim. Sementara, putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023 telah menyatakan larangan untuk Hakim Anwar Usman terlibat menangani perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat