androidvodic.com

Market Leader Jadi Salah Satu Penyumbang Pencemaran Global, Ini Sebabnya! - News

News - Berbagai produsen makanan dan minuman global yang menguasai pasar sebagai market leader, memuncaki daftar perusahaan penyumbang terbesar sampah plastik di dunia, menurut sebuah laporan riset anyar yang diterbitkan jurnal Science Advance.

Laporan penelitian tersebut merujuk pada data 1.576 audit merek (brand audit) sampah plastik di 84 negara, termasuk Indonesia pada periode 2018 hingga 2022. 

Totalnya, brand audit tersebut berhasil mengidentifikasi 28.570 merek sampah plastik yang tercecer di lingkungan terbuka, termasuk pantai, sungai dan taman.

Menariknya, terdapat tiga nama besar perusahaan FMCG asal Indonesia yang juga masuk dalam daftar 15 besar perusahaan penyumbang pencemaran plastik global tersebut.

Laporan mengklaim ada korelasi yang kuat antara tingginya tingkat produksi dan sampah plastik yang tercecer di lingkungan, sehingga tak mengejutkan bila sampah plastik perusahaan makanan dan minuman mendominasi pencemaran global.

Berdasarkan berbagai temuan tersebut, para peneliti mendesak ‘pengembangan pusat data global yang sifatnya open-access (terbuka)’ agar perusahaan bisa didesak untuk menelusuri dan menginformasikan kemasan plastik produknya yang berakhir menjadi sampah di lingkungan terbuka.

Baca juga: Cegah Pencemaran Lingkungan, Kolaborasi Ini Kumpulkan 305 Juta Botol Plastik di 27 Negara

Komitmen yang tak direalisasikan

Pada November 2023 lalu, televisi publik Eropa, Arte, menayangkan investigasi khusus yang mempertanyakan komitmen lingkungan perusahaan raksasa makanan dan minuman asal Perancis tersebut.

Kritik ditujukan pada keputusan market leader tersebut yang masih menjual AMDK gelas plastik di Indonesia. Padahal, pejabat perusahaan disebutkan telah mengakui kalau jenis kemasan tersebut tidak ramah lingkungan karena ukurannya yang kecil dan gampang tercecer, sifatnya hanya sekali pakai dan kurang bernilai ekonomis untuk didaurulang.

Arte membeberkan bahwa sampah gelas plastik brand AMDK tersebut menjadi yang paling banyak dijumpai tercecer dan mengotori sungai dan pantai-pantai eksotik di Pulau Dewata, Bali, Indonesia. Padahal, menurut Arte, perusahaan asal Perancis tersebut sebenarnya telah merencanakan penarikan produk gelas plastik dari Bali. 

Hal itu disampaikan langsung oleh Presiden Direktur yang menjabat hingga 2022, pada 2021 silam.

Kala itu, sosoknya saat berada di Bali untuk sebuah kegiatan bersih-bersih pantai,  membagikan statement tersebut lewat media sosial.

Belakangan, market leader ini justru mempertegas pengingkaran mereka atas rencana penarikan produk gelas plastik di Bali. 

“Kami tidak percaya bahwa menghentikan produk kemasan ini akan menjadi solusi terbaik, karena ukuran ini popular dan terjangkau di negara ini, yang juga banyak digunakan oleh merek pesaing lainnya,” kata perusahaan dalam sebuah pernyataan ke pemegang saham pada 2022.

Brand audit Sungai Watch, lembaga nirlaba yang aktif dalam pengawasan sampah plastik di Bali, kurun 2021-2023 rutin menempatkan market leader tersebut sebagai brand yang sampah plastiknya terbanyak yang mencemari perairan di Bali.

"Sampah plastik yang paling banyak kami temui di pusat penyortiran kami adalah kemasan gelas plastik sekali pakai dan selalu menemukan sampahnya dalam jumlah besar, baik di sungai, hutan mangrove, maupun di pantai," kata liputan mengutip penjelasan seorang aktivis Sungai Watch.

Menurutnya, sikap tersebut ‘mengejutkan’ untuk ukuran sebuah perusahaan multinasional yang seharusnya peduli terhadap perlindungan lingkungan. Terlebih, Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia telah mencoba menangani permasalahan tersebut dengan mengeluarkan sebuah peraturan pada tahun 2019 yang mendorong produsen meninggalkan botol plastik berkapasitas kurang dari 1 liter.

Baca juga: KLHK Tekankan Pentingnya Penanganan Pencemaran Lintas Batas Polusi Plastik

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat