androidvodic.com

Ahli Hukum Tata Negara Menilai Revisi UU MK Dilakukan untuk Melumpuhkan Peradilan Konstitusi - News

Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

News, JAKARTA - Ahli hukum tata negara Universitas Andalas Charles Simabura buka suara mengenai pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) oleh DPR.

Charles menilai, revisi UU MK dilakukan untuk melumpuhkan peradilan konstitusi itu.

Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Nilai Revisi UU MK Akan Intervensi Kebebasan Hakim

Ia menduga, hal ini disiapkan untuk memastikan pemerintahan mendatang.

"Artinya memang revisi ini dalam rangka untuk melumpuhkan. Apa yang dilakukan itu memastikan pemerintahan Prabowo-Gibran dan DPR bisa mengendalikan semua lembaga," kata Charles, saat dihubungi, Rabu (15/5/2024).

Ia juga mengatakan, rentetan isu yang muncul menjelang transisi pemerintahan ini tampak mengarah ke era yang menolak mekanisme check and balances.

Misalnya seperti, soal penambahan jumlah kementerian dan revisi UU MK yang tengah ramai diperbincangkan publik Tanah Air, saat ini.

"Menuju ke era yang menolak check and balances ya, saya pikir. Bagaimana kemudian koalisi diperbesar sedemikian rupa, MK dianggap sebagai ancaman terhadap produk legislasi mereka," jelasnya.

Melalui revisi UU MK, menurut Charles, ada upaya pemerintah untuk mematikan lembaga peradilan sebagai garda terakhir untuk menjaga prinsip negara hukum.

Baca juga: Perludem Minta Revisi UU MK Dihentikan

"Salah satu independensi MK itu adalah independensi hakimnya. Agar tidak diganggu, baik itu terkait dengan keamanan pribadinya dan jaminan atas kesejahteraan, termasuk jaminan atas masa jabatannya dia," jelas Charles.

Ia menilai, hal ini mengganggu kerja MK. Terlebih, saat ini masih bergulir persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Legislatif.

"Perilaku ini menunjukkan DPR yang menjadi kebiasaan setiap akhir masa jabatan mereka meninggalkan legacy yang buruk," ungkapnya.

Selain itu, Charles juga menyoroti rapat kerja Komisi III DPR bersama Menko Polhukam Hadi Tjahjanto dan Menkumham Yasonna Laoly (diwakilkan), yang digelar pada Senin (13/5/2024) atau masa reses DPR.

Menurutnya, meski sesuai tata tertib, soal rapat kerja DPR di masa reses itu menjadikan tidak terpenuhinya konsep meaningfull participation atau partisipasi yang bermakna dalam proses pembentukan undang-undang, sebagaimana diamanatkan putusan MK.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat