androidvodic.com

Ketaatan pada Pikukuh Adat Membangun Dasar Sikap Toleransi Masyarakat Badui - News

News, LEBAK - Masyarakat adat Badui baik itu Badui Dalam maupun Badui Luar yang tinggal di Desa Kanekes,  Kacamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten sangat taat terhadap aturan atau ketetapan (pikukuh) adat yang diwariskan turun-temurun secara lisan.

Pikukuh Badui adalah sebuah larangan adat yang menjadi pedoman bagi aktivitas masyarakat Badui yang berlandaskan pada ajaran Sunda Wiwitan.

Masyarakat Badui tidak boleh mengubah dan tidak boleh melanggar segala yang ada dalam kehidupan ini yang sudah ditentukan.

Baca juga: BPBD Kabupaten Lebak Bangun Pos Pengungsian untuk Korban Kebakaran di Badui Luar

 
Segala aktivitas masyarakat Badui harus berlandaskan rukun kepercayaan Sunda Wiwitan (rukun Badui) yang merupakan ajaran kepercayaan Sunda Wiwitan.

Aturan yang dimaksdu adalah yaitu ngukus (membakar kemenyan), ngawalu (ungkapan rasa syukur dengan berpuasa), muja ngalaksa (membawa padi ke lumbung), ngalanjak (berburu), ngapundayan dan ngareksakeun sasaka pusaka.

Ajaran tersebut harus ditaati melalui pemimpin adat yaitu Pu’un.  

Pu’un harus dihormati dan diikuti segala aturannya karena Pu’un adalah keturunan Batara.

Pandangan hidup umat Sunda Wiwitan berpedoman pada pikukuh, aturan adat mutlak.

Pikukuh adalah aturan dan cara bagaimana seharusnya  melakukan perjalanan hidup sesuai amanat karuhun dan nenek moyang.

Baca juga: Pembangunan Makam Ditolak, Wakil Sunda Wiwitan Kuningan: Apa Salah Kami?

 
Pikukuh ini merupakan orientasi, konsep-konsep dan aktivitas-aktivitas religi masyarakat Badui.

Hingga kini pikukuh Badui tidak mengalami perubahan apa pun, sebagaimana yang termaktub di dalam buyut (pantangan, tabu) titipan nenek moyang.

Buyut adalah segala sesuatu yang melanggar pikukuh.

Anggota Suku Badui berjalan kakai untuk menjajalan madu tradisional seharga 120  ribu rupaih perbotol  di kawasan Bunderan HI, Menteng , Jakarta Pusat, Minggu (5/3/2017). Orang Badui berjalan kaki sejauh 200 km dengan waktu selama lima hari untuk  menjual  hasil kerajinan  dan hasil hutan  di Jakarta. (Warta Kota/Henry Lopulalan)
Anggota Suku Badui berjalan kakai untuk menjajalan madu tradisional seharga 120 ribu rupaih perbotol di kawasan Bunderan HI, Menteng , Jakarta Pusat, Minggu (5/3/2017). Orang Badui berjalan kaki sejauh 200 km dengan waktu selama lima hari untuk menjual hasil kerajinan dan hasil hutan di Jakarta. (Warta Kota/Henry Lopulalan) (Harian Warta Kota/henry lopulalan)

Buyut tidak terkodifikasi dalam bentuk teks, tetapi menjelma dalam tindakan sehari-hari masyarakat Badui dalam berinteraksi dengan sesamanya, alam lingkungannya dan Tuhannya.

Pikukuh Badui mengatur juga mengenai kelembagaan yang ada di dalam masyarakat Badui yakni lembaga adat Badui dipimpin oleh tiga orang Pu'un.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat