androidvodic.com

Pemerintah Didesak Segera Terbitkan Aturan Turunan untuk Atur Bisnis dan Konten OTT Asing - News

News, JAKARTA - Pengamat telekomunikasi Kamilov Sagala merespon positif terbitnya PP 46 Tahun 2021 tentang Postelsiar. Salah satu pasal pada PP yang disahkan 2 Februari 2021 ini adalah pengaturan terhadap penyedia layanan over the top (OTT) baik asing maupun lokal.

Meski mengapresiasi, namun dia menilai PP Postelsiar tersebut cukup terlambat.

"Pengaturan yang dilakukan Pemerintah kepada OTT asing itu terlambat. Sudah banyak OTT asing yang menikmati keuntungan di Indonesia," ujar anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia periode 2006 ini dalam pernyataan persnya, Senin (1/3/2021).

Dia mengatakan, kerugian yang dialami negara sudah sangat besar dari bisnis OTT asing di Indonesia.

"Tapi terbitnya PP Postelsiar tersebut jauh lebih baik dari pada tidak ada sama sekali regulasi yang mengatur mengenai OTT asing," ungkap Kamilov.

Baca juga: KPI Apresiasi Jika Kominfo dan Operator Tindak OTT Asing yang Tidak Taat Hukum di Indonesia

Tantangannya sekarang menurut Kamilov, adalah bagaimana Pemerintah dapat membuat aturan turunan dari PP Postelsiar ini agar sejalan dengan cita-cita UU Cipta Kerja yaitu meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan pekerjaan di Indonesia.

Baca juga: Kewajiban Kerja Sama OTT Asing dengan Mitra Lokal di RPP Postelsiar Ciptakan Ketahanan Ekonomi 

Peraturan turunannya berupa peraturan menteri kominfo mengenai detail pelaksanaan kerja sama penyelenggara OTT dengan penyelenggara telekomunikasi serta peraturan menteri keuangan mengenai Pajak Penghasilan atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik yang dilakukan oleh penyelenggara OTT.

"Selama ini OTT asing tidak pernah diatur, maka Pemerintah dalam hal ini Kementrian Keuangan dan Kemenkominfo harus dapat mengantisipasi pembangkangan yang akan dilakukan oleh OTT asing tersebut," ujarnya.

"Seharusnya OTT asing tersebut bayar triliunan rupiah, tapi jumlah yang diterima negara tidak signifikan. Pemerintah harus bisa mengantisipasi ini," terang Kamilov.

Bukti dari pembangkangan OTT asing terhadap kewibawan Pemerintah, menurutnya, dapat dilihat dari masih banyak OTT asing yang tidak memiliki badan hukum di Indonesia.

Karena tidak memiliki badan hukum di Indonesia, pemerintah tidak dapat dengan mudah menungut pajak penghasilan (PPh).

Bukti lainnya adalah masih rendahnya OTT asing yang mendaftarkan aplikasinya di Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Padahal aturan mengenai kewajiban OTT asing untuk mendaftar di PSE Kemenkominfo ini sudah ada.

"Harusnya regulator dalam hal ini Dirjen APTIKA dapat dengan tegas memaksa agar OTT asing mendaftarkan aplikasinya di Kemenkominfo. Dari sisi regulasi, dia diberikan kewenangan untuk mengatur OTT. Namun tak dijalankan," imbuhnya.

Dia menambahkan, akibat tidak tegasnya regulator, masih ditemukan banyak konten negatif yang muncul di layanan OTT asing seperti tayangan pornografi, LGBT dan kekerasan/

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat