androidvodic.com

Pakar: Aneh Kalau BPK Diisi Orang-Orang Bermasalah dan Terafiliasi dengan Parpol - News

Laporan Reporter News, Reza Deni

News, JAKARTA - Pakar hukum tata negara yang juga Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Feri Amsari ikut menyoroti soal polemik seleksi Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dia menilai seleksi anggota BPK semestinya jadi momentum untuk membersihkan lembaga audit negara itu agar lebih independen.

Hal tersebut dikemukakan seiring dengan belum diambilnya keputusan oleh Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai dua nama yang tidak memenuhi persyaratan.

Hasil kajian Badan Keahlian DPR, hasil pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan juga pendapat hukum Mahkamah Agung menyatakan Harry Z. Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana tidak memenuhi persyaratan formil sebagaimana ketentuan Pasal 13 huruf j UU No 15 Tahun 200y tentang BPK.

"Aneh kalau kemudian BPK diisi oleh orang-orang bermasalah, apalagi figur-figurnya berkaitan dengan partai politik," kata Feri  kepada wartawan, Jumat (3/9/2021).

Baca juga: Formappi Sebut Komisi XI Bersikap Konyol Jika Masih Loloskan Calon Anggota BPK Tak Penuhi Syarat

Pakar Hukum Universitas Andalas, Padang itu menegaskan proses seleksi yang tidak sesuai ketentuan justru mengingkari sifat independensi BPK.

Baca juga: BW ke Komisi XI Jelang Uji Kelayakan Calon Anggota BPK: Jangan Main-main dengan Conflict of Interest

"Integritas audit harus menjadi sasaran dan tujuan dari proses seleksi. Bagaimana mungkin integritas audit bisa baik apabila terdapat calon-calon bermasalah," tandasnya

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) membenarkan pihaknya telah menerbitkan fatwa terkait seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Ya benar, MA sudah menjawab permintaan pendapat hukum/fatwa hukum oleh DPR terkait seleksi calon anggota BPK," kata Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi Tribun, Kamis(26/8/2021) malam.

Fatwa tersebut sebelumnya dimintakan oleh pimpinan DPR RI pada tanggal 16 Agustus 2021 perihal Permintaan Pendapat dan Pandangan dari Komisi XI DPR RI melalui Surat Nomor PW/10177/DPR RI/VIII/2021.

Dalam surat yang diterima Tribun, Kamis (26/8/2021), fatwa MA tersebut ditandatangani Ketua MA, Prof Dr HM Syarifuddin SH MH.

Baca juga: MAKI Bakal Gugat DPR Kalau Angkat Anggota BPK yang Tidak Memenuhi Syarat

Ada tiga poin terkait penyelenggaraan seleksi calon anggota BPK yang sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan(BPK).

"Berdasarkan Rapat Pimpinan Mahkamah Agung tanggal 25 Agustus 2021 disampaikan hal-hal sebagai berikut," kata Ketua MA, Syarifuddin dalam suratnya.

Pertama, Mahkamah Agung berwenang untuk memberikan pertimbangan hukum dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak diminta kepada lembaga negara lain.

Hal itu mengacu pada Pasal 37 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA.

Kedua, sehubungan dengan permintaan pendapat dan pandangan tentang penafsiran Pasal 13 huruf j UU tentang BPK, jika ditinjau secara legalistik-formal, Pasal 13 huruf j UU tentang BPK dan dihubungkan dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 jo. Pasal 1 angka 8 UU tentang BPK, maka Calon Anggota BPK yang pernah menjabat di lingkungan Pengelola Keuangan Negara harus memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 13 huruf j.

Dengan demikian, kata Ketua MA dalam surat tersebut, harus dimaknai Pasal 13 huruf j UU tentang BPK RI dimaksudkan agar calon Anggota BPK tidak menimbulkan conflict of interest pada saat ia terpilih dan melaksanakan tugas sebagai anggota BPK RI.

"Demikian pendapat hukum Mahkamah Agung, namun keputusan lebih lanjut menjadi kewenangan DPR dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih," ujar Ketua MA Syarifuddin dalam penutup suratnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat