androidvodic.com

Efek Domino RPP Kesehatan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Terkait IHT - News

News - Industri Hasil Tembakau (IHT) telah menjadi salah satu sektor yang berkontribusi besar terhadap perekonomian bangsa Indonesia. Salah satu peran sentral IHT adalah penyerapan tenaga kerja di tanah air.

Menurut data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), sebagai sektor padat karya, Industri Hasil Tembakau mampu menyerap sekitar 5,98 juta tenaga kerja per tahun 2019. Dari angka tersebut, 4,28 juta di antaranya merupakan pekerja di sektor manufaktur dan distribusi, sementara 1,7 juta orang bekerja di sektor perkebunan, seperti petani tembakau dan petani cengkeh.

Mulai dari tahap penanaman tembakau dan cengkih hingga pasca panen, menyerap tenaga kerja dengan jumlah besar dan beragam keterampilan.

"Kita perlu melihat bahwa IHT (Industri Hasil Tembakau) menyerap banyak sekali tenaga kerja, mulai dari petani tembakau, cengkih, pekerja buruh pabrik, buruh tani, pekerja distribusi, peritel, dan lainnya,” ungkap Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo dikutip Senin (4/12/2023).

Maka dari itu, menjaga keberlanjutan dan pertumbuhan sektor industri hasil tembakau sama artinya dengan mendukung stabilitas lapangan kerja di Indonesia. Inilah mengapa belakangan ini muncul kekhawatiran dari sejumlah pihak mengenai usulan RPP Kesehatan oleh Kementerian Kesehatan.

Efek domino RPP Kesehatan pada penyerapan tenaga kerja

RPP Kesehatan memang sedang hangat diperbincangkan, baik oleh mereka yang menyatakan pro maupun yang kontra. Rancangan Peraturan Pemerintah ini merupakan turunan dari Omnibus Law Kesehatan No. 17 Tahun 2023, dengan tujuan meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Meski bertujuan demikian, RPP ini juga memuat ketentuan soal tembakau.

Pasal-pasal tembakau yang diusulkan di dalam RPP Kesehatan menuai penolakan dari beberapa pihak karena dampak besar yang dapat timbul pada aspek sosial-ekonomi, seperti perihal ketenagakerjaan.

Hal ini disebabkan terdapat pelarangan total dalam rancangan tersebut terhadap kegiatan-kegiatan yang akan berdampak langsung pada sektor IHT di Indonesia.

Sejumlah larangan antara lain terkait: kemasan dan isi kemasan, bahan tambahan, kegiatan-kegiatan pemasaran, iklan di berbagai media, promosi dan pemajangan di tempat penjualan, hingga sponsorship di kegiatan seni dan budaya seolah berniat menjadikan rokok sebagai produk ilegal di Indonesia. Tentu, pelarangan total tersebut hanya akan mengakibatkan efek domino bagi pekerja yang terlibat di dalamnya dan juga bagi perekonomian Indonesia

Hal tersebut juga menjadi sorotan Kemenperin, mengingat Industri Hasil Tembakau memiliki kontribusi signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja Indonesia sejauh ini. Edy menyebut RPP Kesehatan ini bisa mempengaruhi hidup jutaan orang yang bergantung pada sektor IHT.

“Kalau kecenderungan kebijakan ini untuk memperketat, bukan tidak mungkin dampak positifnya akan berkurang atau hilang. Dampak negatifnya justru akan bertambah. Hal ini akan mempengaruhi bagaimana pekerja dan penghidupan dari jutaan orang yang menggantungkan hidupnya dari IHT,” katanya.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker, Indah Anggoro Putri juga mengungkapkan kekhawatiran akan terjadinya pengurangan tenaga kerja, tidak hanya di sektor manufaktur, tapi juga produksi iklan.

"Berdasarkan data BPS, ada 25 juta pekerja yang akan terdampak dari larangan tersebut. Yang jelas kami dari Kemenaker khawatir akan ada pengurangan tenaga kerja, tidak hanya di IHT, tapi juga di periklanan, khususnya di produksi iklan," kata Indah.

Baca juga: Kemenparekraf Minta Pengesahan RPP Kesehatan Tak Berdampak ke Industri Kreatif

Perlu ada penyesuaian

Melihat penyerapan tenaga kerja dalam IHT, beberapa pihak meminta Kementerian Kesehatan untuk lebih bijak melihat dampak negatif di sektor sosial dan ekonomi. Ada juga yang menyarankan aturan produk tembakau dipisahkan dari RPP Kesehatan.

Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Peningkatan Kualitas Manusia, Ristek, dan Inovasi Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Carmelita Hartoto, menjelaskan industri tembakau merupakan sumber pekerjaan bagi jutaan masyarakat Indonesia, termasuk bagi petani tembakau. Sehingga dalam menggodok RPP Kesehatan, harus dilakukan secara hati-hati.

"Oleh karena itu, dalam penyesuaian ke depan, yang didasari oleh alasan kesehatan masyarakat, perlu dilakukan secara hati-hati dan kalkulatif untuk menciptakan keseimbangan dan kesinambungan industri tembakau serta kesejahteraan masyarakat secara luas," kata Carmelita melalui keterangan tertulis, Minggu (8/10/2023).

Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto AS secara tegas meminta aturan produk tembakau dikeluarkan saja dari RPP Kesehatan guna menghindari efek domino yang dikhawatirkan.

“Kami meminta kepada pemerintah untuk mengeluarkan aturan produk tembakau dari RPP Kesehatan karena akan mematikan keberlangsungan mata pencaharian ratusan ribu anggota PP FSP RTMM-SPSI. RPP Kesehatan telah mengkhianati amanah UU Kesehatan yang sama sekali tidak melarang produk tembakau,” ucap Sudarto.

Saran yang senada untuk Kementerian Kesehatan memisahkan pengaturan produk tembakau dari RPP Kesehatan juga disuarakan oleh praktisi sekaligus pengamat Industri Hasil Tembakau (IHT), Willem Petrus Riwu.

“Dipisahkan, jangan digabung. Jadi bahas terpisah saja sebab ekosistemnya berbeda dengan bab-bab (di pasal) yang lain (dalam RPP Kesehatan. Kembali kepada peraturan tersendiri secara terpisah,” ujar Willem.

Baca juga: Petani Tembakau Bisa Kehilangan Pekerjaan Karena RPP Kesehatan? Simak Penjelasannya!

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat