androidvodic.com

Apindo: Konflik Iran VS Israel Berdampak Buruk ke Ekonomi Indonesia, 'Ini Baru Perang 1-2 Hari' - News

Laporan Wartawan News, Dennis Destryawan

News, JAKATA -- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani menilai konflik antara Iran VS Israel akan berdampak buruk terhadap potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama jika eskalasi konflik terus berlanjut.

Dampak negatif tersebut, ucap Shinta, seperti terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah, gangguan supply chain perdagangan dalam bentuk kenaikan biaya perdagangan, yakni ekspor maupun impor Indonesia dengan kawasan Eropa dan Timur Tengah, hingga resiko aliran modal yang keluar skala besar dari pasar modal dan pasar keuangan nasional.

"Ini baru dampak yang jangka pendek yang sudah atau akan terjadi 1-2 hari ini," ujar Shinta saat dihubungi Tribunnews, Rabu (17/4/2024).

Baca juga: AS Sanksi Iran, Ancam Bakal Jegal Bisnis Ekspor Minyak Buntut Serangan Pasukan Elit IRGC ke Israel

Shinta menambahkan, jika konflik terus berlangsung maka Indonesia tidak bisa menciptakan intervensi-intervensi kebijakan yang sesuai untuk menahan dampak negatif konflik. Selain itu, pertumbuhan investasi asing juga akan melambat.

Kemudian, lanjut Shinta, industri akan mengalami kenaikan biaya produksi yang terlalu besar sehingga akan menganggu pertumbuhan produktivitas. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan juga bahwa industri manufaktur dalam negeri akan mengurangi skala produksi.

"Karena tidak mampu menanggung kenaikan beban overhead cost yang berlebihan sehingga akan ada potensi peningkatan pengangguran," imbuh Shinta.

Lalu, produk manufaktur Indonesia juga akan terbebani karena mengalami inflasi lebih tinggi, terutama dari sisi logistik. Di sisi pemerintah, stabilitas makro akan semakin terganggu bila konflik terekskalasi. Terdapat resiko pelebaran defisit APBN karena peningkatan beban subsidi dan pengeluaran sosial.

"Pemerintah juga akan kesulitan untuk menciptakan kecukupan devisa dan menciptakan stabilitas moneter sehingga terbuka kemungkinan adanya peningkatan rasio sovereign debt dan BI harus menaikkan suku bunga acuan sebagai upaya last resort dalam menciptakan stabilitas moneter," terang Shinta.

Hal tersebut akan mempengaruhi investasi, produktivitas usaha, hingga daya beli pasar akan semakin terhimpit dan tidak mendukung upaya pencapaian target pertumbuhan 5 persen di tahun ini.

Baca juga: Harga Minyak Dunia Diramal Tembus 100 Dolar AS, Harga BBM Bersiap Naik? Ramai-ramai Ingatkan Bahaya

Apindo, lanjut Shinta, berharap pemerintah dapat melakukan segala upaya dan mengerahkan semua kebijakan intervensi yang diperlukan untuk menciptakan stabilitas makro ekonomi. Khususnya dalam mengendalikan pelemahan nilai tukar dan penciptaan kepercayaan pasar dan investor internasional terhadap iklim usaha atau investasi Indonesia.

"Dalam jangka pendek agar kondisi worst case scenario di atas yg masih sangat mungkin terjadi karena ekskalasi konflik ini semakin membebani potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia," tutur Shinta.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat