androidvodic.com

Penyelenggara Pemilu Terancam Kehilangan Ribuan Honorer, Pemerintah Diminta Buat Kebijakan Khusus - News

News, JAKARTA - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) meminta pemerintah membuat kebijakan khusus supaya tenaga honorer di lingkungan penyelenggara pemilu tidak dihapus.

Sebagaimana diketahui penyelenggara pemilu khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI saat ini masing-masing punya kurang lebih 7 ribu tenaga honorer di seluruh jajaran.

Lembaga tersebut terancam bakal kehilangan 7 ribu lebih petugasnya ini imbas dari dari penghapusan tenaga honorer/Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) oleh pemerintah pusat yang akan berlaku efektif pada akhir November tahun ini.

Baca juga: Perjuangkan LPSDK Tidak Dihapus oleh KPU, Koalisi Masyarakat Ingatkan Kembali Tugas Bawaslu

"Persoalan penghapusan tenaga honorer di lingkungan penyelenggara pemilu perlu ditinjau ulang dengan memperhatikan kondisi dan situasi khusus," kata Koordinator JPPR, Nurlia Dian Paramita, Rabu (21/6/2023).

"Setidaknya pemerintah dapat membuat suatu kebijakan khusus yang dapat mempertimbangkan keberadaan tenaga honorer di lingkungan penyelenggara pemilu, setidaknya selama pelaksanaan pemilu dan pemilihan serentak tahun 2024," sambungnya. 

Ada beberapa pertimbangan, jelas perempuan yang akrab disapa Mita ini, kenapa pemerintah harus memikirkan kembali untuk tidak menghapus tenaga honorer di lingkungan penyelenggara pemilu dalam tahapan Pemilu 2024 ini. 

Pertama ialah, penyelenggara pemilu sangat dibutuhkan karena telah memiliki pengalaman pada pelaksanaan pemilu sebelumnya dan telah mendapatkan banyak pembinaan sebelum pelaksanaan pemilu dimulai.

Tentu saja pembinaan-pembinaan di lingkungan penyelenggara terhadap tenaga honorer diorientasikan untuk pelaksanaan pemilu serentak tahun 2024. 

"Kalaupun meminjam tenaga ASN dari kementrian lainnya apakah akan cepat beradaptasi dengan tahapan pemilu yang tengah berlangsung," tuturnya.

"Apalagi pada tanggal 28 November 2023 itu merupakan awal dimulainya tahapan kampanye berdasarkan PKPU 3/22," Mita menuturkan. 

Baca juga: Jelang Pemilu 2024, Empat Sektor Saham Ini Diprediksi Bisa Berikan Keuntungan

Kemudian sukses dan lancarnya pemilu, tegas Mita, tentu saja sejalan dengan optimalnya dukungan SDM dan organisasi penyelenggara pemilu yang telah memahami kondisi pemilu terhadap dinamika serta tantangan yang terjadi untuk tetap menjaga agar pemilu berjalan secara demokratis. 

"Apalagi situasi dan dinamika pemilu dan pemilihan yang sangat kompleks karena berpotensi terjadinya irisan tahapan dan dilakukan pada tahun yang sama," jelasnya. 

Lebih lanjut, Mita mengatakan, seharusnya persiapan penerapan kebijakan menghapus tenaga honorer lebih tepat dilakukan sebelum tahapan pemilu dimulai. 

Hal ini supaya penyelenggara mampu mempersiapkan diri secara kelembagaan dengan membina tenaga baru dalam menghadapi tahapan pemilu.

"Maka tentu saja kebijakan penghapusan tenaga honorer di tengah tahapan pasti akan berimplikasi terhadap kinerja penyelenggara yang juga mempengaruhi kualitas pemilu yang demokratis," tandasnya. 

Baca juga: Legislator Demokrat Ongku Hasibuan Paparkan Solusi bagi Tenaga Honorer

Sebagai informasi, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyatakan bahwa ASN hanya ada dua jenis, yakni PNS dan PPPK. Pemerintah lantas membuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Dalam PP tersebut, dinyatakan bahwa tenaga honorer dapat diangkat menjadi PPPK dalam kurun waktu lima tahun sejak beleid tersebut diundangkan. Regulasi tersebut diundangkan pada 28 November 2018 sehingga masa tenggat pengangkatan PPPK adalah 28 November 2023.

Dengan demikian, pegawai honorer yang tidak diangkat menjadi PPPK harus dihapuskan pada 28 November 2023. Padahal, saat ini masih terdapat sekitar 1 juta lebih tenaga honorer di seluruh instansi pemerintah.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat