androidvodic.com

3 Langkah Blunder PPP Sehingga Tidak Lolos Ambang Batas Parlemen, Salah Berlabuh di Pilpres 2024? - News

News, JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dinyatakan tak lolos ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold sebesar (PT) sebesar 4 persen pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.

Berdasarkan rekapitulasi hasil pemilu yang dilakukan KPU RI, PPP belum melewati ambang batas parlemen yakni 3,87 persen dengan jumlah suara 5.878.777 suara.

Baca juga: PPP Resmi Ajukan PHPU ke MK, Minta Pengalihan Suara Dikembalikan

Pengamat politik Adi Prayitno menilai ada tiga faktor yang membuat PPP tidak lolos ambang batas parlemen. Pertama, kata Adi adalah kegagagalan membaca bonus demografi politik di internal PPP.

Menurutnya, pada Pemilu 2024 ini kita memiliki bonus demografi yang hampir 60 persen kalangan terdidik, terpelajar, dan kalangan milenial yang mereka ini preferensi memililihnya berbeda dengan generasi yang lama.

Sementara pemilih PPP selama ini adalah pemilih lama yang berbasiskan tradisional di pedesaan atau kalangan menengah Islam.

Baca juga: PPP Tak Lolos ke Senayan Bappilu Pimpinannya Dibubarkan, Sandiaga Uno Tetap di PPP atau Angkat Kaki?

"Pemilih yang bergerak agak dinamis ini sepertinya agak gagap ditanggapi oleh kawan-kawan PPP terutama untuk mengaksentuasi terutama model kampanye kepada pemilih yang tentu saja sangat berbeda total dengan pemilih-pemilih lama di PPP," kata Adi seperti dikutip dari tayangan KompasTV, Senin (25/3/2024).

Kedua, dikatakan Adi, PPP juga gagal membaca aspirasi di Pilpres antara pemilih di bawah dengan keputusan elite politik mereka. Adi melihat, sebenarnya pemilih PPP itu adalah mereka yang pemilih di Pilpres yang menentukan pilihannnya kepada capres nomor urut 1 Anies Baswedan dan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan hanya sedikit saja ke capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo.

"Sementara kita tahu elite politik mereka (PPP) sejak awal mereka memutuskan berkoalisi dengan pak Ganjar dan pak Mahfud. Inilah yang saya sebut sebagai disparitas antara keinginan pemilih-pemilih tradisional PPP yang lebih cenderung ke Anies dan cenderung ke pak Prabowo dan elitenya memutuskan untuk berkoalisi dengan pak Ganjar. Tentu ini membuat suasana batin pemilih PPP itu relatif tidak terlampau konsolidatif untuk mendapatkan suara-suara signifikan," paparnya.

Faktor ketiga, lanjut Adi, Pileg ini sangat terkait anatomi kekuatan mesin politik partai dan struktur caleg yang ada. Menurutnya, Caleg-caleg PPP tidak terlampau mentereng seperti partai-partai lain seperti Golkar, PDIP, Gerindra atau partai-partai yang sudah lolos ke parlemen.

"Mestinya caleg yang dimainkan adalah mereka yang sebenarnya memiliki kaki-kaki politik yang kuat bahkan di satu daerah pemilihan itu diterjunkan banyak caleg yang tujuannya mendapatkan suara satu kursi minimal dengan menerjunkan caleg yang memiliki karakter pejuang, vote gater dan pendulang suara. Bahu-membahu seperti kurang dihitung, sehingga perolehan suara PPP di sejumlah dapil hasilnya kosong dan mengantarkan mereka tidak mampu lampaui ambang batas parlemen," ujarnya.

PPP Gugat ke MK

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) resmi mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pileg ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Hari ini, kami PPP resmi mengajukan gugatan PHPU ke MK," kata Ketua DPP PPP Achmad Baidowi alias Awiek, di sela-sela pendaftaran PHPU di gedung MK, Jakarta, pada Sabtu (23/3/2024).

Dalam mengajukan permohonan sengketa pileg ini, Awiek menyampaikan, PPP diperkuat oleh 23 tim kuasa hukum.

Kata Awiek, pihaknya mempersoalkan suara PPP yang diduga hilang di sejumlah daerah pemilihan (dapil), sehingga menyebabkan angka yang diperoleh dalam rekapitulasi nasional KPU hanya menembus 3,87 persen atau di bawah ambang batas parliamentary threshold 4 persen.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat