androidvodic.com

Pakar Hukum Tata Negara: Rencana Amendemen Konstitusi oleh MPR Cacat Konsep dan Paradigma - News

Laporan wartawan News, Vincentius Jyestha

News, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid menilai rencana amendemen UU 1945 tidak bisa diputuskan secara terburu-buru, parsial, dan serampangan.

Menurut dia, diperlukan kehati-hatian, kecermatan dan pembahasan yang cukup mendalam, karena akan berimplikasi pada konstruksi hukum tata negara secara keseluruhan.

“Rencana amendemen Konstitusi oleh MPR cacat konsep dan paradigma,” ujar Fahri Bachmid, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (5/9/2021).

Menurut Fahri Bachmid diskursus amendemen UUD 1945 terbatas dengan menambah 1 ayat pada pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN (Pokok-pokok Haluan Negara), dan menambahkan ayat pada ketentuan pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN, menjadi sesuatu yang harus disikapi dan dibahas.

“Secara konstitusional maupun teoritik, amendemen konstitusi merupakan sebuah keniscayaan untuk mengakomodir tuntutan dan kebutuhan serta dinamika hukum masyarakat, dan untuk amendemen UUD 1945 MPR harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati, setidaknya wajib mengunakan parameter untuk mengukur tingkat urgensinya," katanya.

Jika merujuk pada kesepakatan dasar yang disusun Panitia Ad Hoc I pada saat proses pembahasan perubahan UUD 1945 pada saat amandemen pertama sampai keempat tahun 1999-2002, ada beberapa kesepakatan dasar yang disepakati.

Baca juga: Politikus PKB: Mengamendemen UUD 1945 Tak Semudah yang Kita Bayangkan

Pertama, tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Kedua, tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ketiga, mempertegas sistem pemerintahan presidensial.

Keempat, Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh).

Kelima, melakukan perubahan dengan cara adendeum.

“Jika merifer dari dasar itu, maka salah satunya adalah konsep penguatan sistem pemerintahan presidensial dan konsisi objektif saat ini terkait wacana pemekaran/penambahan kewenangan MPR RI menetapkan PPHN dalam UUD 1945 maka secara teoritik tentu akan menganulir serta mereduksi sistem pemerintahan presidensial itu sendiri,” ujar Fahri.

Baca juga: Pimpinan MPR: Wacana Amendemen UUD 1945 Perlu Kehati-hatian, Jangan Sampai Jadi Bola Liar

Hal tersebut, lanjut Fahri, tentunya sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip amandemen itu sendiri.

Secara konstitusional, Fahri mengatakan, mestinya ketentuan Pasal 37 ayat (1) UUD Tahun 1945 menjadi filter atas gagasan amandemen tersebut.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat