androidvodic.com

Kritik JHT, Gerindra: Sebaiknya Cairkan saat Buruh Sudah Tak Bekerja, Bukan Nunggu Usia 56 Tahun - News

Laporan Wartawan News, Choirul Arifin

News, JAKARTA - Ketua DPP Partai Gerindra Heri Gunawan mengkritik aturan baru Kementerian Ketenagakerjaan yang mensyaratkan pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) peserta BP Jamsostek atau BPJS Ketenagakerjaan saat memasuki usia 56 Tahun.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Heri Gunawan menyatakan JHT memang bukan merupakan Jaminan Hari Muda, namun JHT merupakan akumulasi dana pekerja/buruh yang setiap bulan dipotong dari gaji dengan harapan akan dipergunakan ketika sudah tidak bekerja atau di-PHK.

Baca juga: Buruh Beri Waktu 2 Minggu Cabut Permenaker Tentang JHT, Kemenaker Sebut Jokowi Sudah Setujui

Dia menekankan, JHT harus diberikan saat pekerja/buruh sudah tidak bekerja lagi. Permenaker yang menahan JHT hingga usia 56 tahun harus dibatalkan. Hak pekerja/buruh tidak boleh disandera.

“Permenaker 2/2022 harus dibatalkan. Uang JHT merupakan uang pekerja/buruh, bukan uang negara. Mereka berhak mengambilnya saat sudah tidak bekerja lagi,” kata pria yang akrab disapa Hergun ini dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (16/02/2022).

Baca juga: Di Tengah Polemik JHT, Buruh Cilegon Sampaikan 5 Alasan Gus Muhaimin Cocok Maju di Pilpres 2024

Dia menambahkan, berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 35 ayat 2, Jaminan hari tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

"Masa pensiun tidak bisa dimaknai usia pensiun harus 56 tahun. Masa pensiun lebih tepat dimaknai jika pekerja/buruh sudah tidak bekerja lagi. Hal tersebut sejatinya sudah diatur dalam Permenaker 19/2015," katanya.

Hergun membeberkan Pasal 3 Permenaker 19/2015 menyatakan manfaat JHT bisa diberikan kepada pekerja/buruh yang sudah tidak bekerja lagi baik karena mengundurkan diri, terkena PHK, maupun meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

"Pasal 5 dan 6 menyatakan manfaat JHT bisa dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pengunduran diri atau PHK. Namun sayangnya, aturan ini diganti menjadi usia 56 tahun oleh Permenaker 2/2022," kata Hergun.

"UU SJSN harus menjadi landasan hukum mengenai pencairan manfaat JHT. Sebaiknya kita kembali ke Permenaker 19/2015 yang konteksnya lebih tepat menjabarkan aturan dalam UU SJSN," tegasnya.

Hergun melanjutkan, kehadiran Permenaker 2/2022 bagai petir di siang bolong. Kurang sosialiasi, tiba-tiba Permenaker diumumkan sepihak. Wajar jika mayoritas pekerja/buruh menolaknya.

“Perlu diingat, saat ini kita masih dalam kondisi terpapar Covid-19. Dampaknya kemana-mana, antara lain menyebabkan terjadinya PHK dan pengurangan jam kerja secara besar-besaran,” katanya.

Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Jakarta, Rabu (16/2/2022). Dalam aksinya, para buruh menuntut pemerintah untuk segera mencabut dan membatalkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Jakarta, Rabu (16/2/2022). Dalam aksinya, para buruh menuntut pemerintah untuk segera mencabut dan membatalkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Menurut data BPS per Agustus 2020 sebanyak 29,12 juta penduduk usia kerja terdampak Covid-19, baik itu karena di-PHK, dirumahkan, atau dikurangi jam kerjanya. Lalu per Agustus 2021, turun menjadi 21,32 juta.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat