Akademisi dan Pengamat Hukum: Dewas KPK Harus Patuhi Putusan PTUN - News
Laporan Wartawan News, Ilham Rian Pratama
News, JAKARTA - Akademisi dari Universitas Indonesia, Ujang Komaruddin, menekankan pentingnya Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) untuk menghormati dan melaksanakan putusan pengadilan.
Menurut Ujang, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memenangkan gugatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron harus dihormati.
“Dewas [harus] bekerja sesuai dengan aturan, komisioner KPK juga bekerja sesuai dengan kewenangan, jangan melanggar etik. Ya tentu kemenangan Nurul Ghufron di PTUN itu keputusan pengadilan harus dihormati, tapi kalau Nurul Ghufron melanggar etik juga perlu diperiksa oleh Dewas,” kata Ujang kepada wartawan, Sabtu (25/5/2024).
Ia menambahkan, semua proses harus dihormati dan menjaga kredibilitas KPK adalah hal yang utama.
“Institusi KPK harus dijaga,” tandas Ujang.
Baca juga: IPW Duga Jampidsus Dikuntit Densus 88 karena Konflik Kewenangan Penanganan Kasus Tambang
Pengamat hukum Edi Hardum juga memberikan pandangan serupa, menyoroti prinsip hukum res judicata pro veritatae habitur, yang berarti putusan hakim harus dilaksanakan meskipun ada pihak yang menganggapnya keliru.
"Putusan PTUN atas gugatan dari Nurul Ghufron yang mengabulkan gugatan tersebut harus dilaksanakan. Kita ini negara hukum, di mana hukum sebagai panglima," ujar Edi.
Edi menjelaskan meskipun ada pro dan kontra terkait putusan tersebut, prinsip negara hukum mengharuskan semua pihak untuk mematuhi putusan hakim.
“Dewas KPK adalah lembaga negara yang mengawasi jalannya komisioner KPK oleh karena itu meskipun penilaian sejumlah orang bahwa keputusan itu salah tapi karena kita menganut negara hukum, hukum sebagai panglima maka harus mengikuti prinsip putusan hakim. Kalau misalnya dianggap salah diajukan upaya hukum lain tentunya upaya hukum banding terhadap putusan itu,” kata Edi.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menyoroti putusan sela PTUN yang meminta Dewas KPK menunda pembacaan putusan etik Nurul Ghufron.
Menurut Boyamin, PTUN tidak seharusnya mencampuri urusan Dewas KPK yang bukan merupakan pejabat tata usaha negara.
"Penundaan ini tidak berdasarkan surat keputusan, dan Dewas KPK bukan pejabat tata usaha negara, jadi sebenarnya bukan ranahnya PTUN," kata Boyamin.
Baca juga: Kementan Masih Punya Utang Rp1,6 Miliar ke Vendor Gara-gara SYL
Dia juga menyayangkan sikap Nurul Ghufron yang dianggap tidak menghormati Dewas.
“Seharusnya Ghufron bisa menunggu rangkaian sidang etik dan menghormati putusannya. Kalau tidak terima ya bisa mengajukan gugatan atau banding,” ujarnya.
Dalam putusan sela, PTUN Jakarta memerintahkan Dewas KPK untuk menunda pembacaan putusan sidang kode etik dan pedoman perilaku Ghufron.
Nurul Ghufron sendiri saat ini sedang menggugat Perdewas KPK Nomor 3 dan 4 Tahun 2021 ke Mahkamah Agung (MA) dan menggandeng tujuh kuasa hukum untuk menghadapi Dewas KPK.
"Kami sudah mengajukan permohonan gugatan ini sejak tanggal 24. Dan sejak itu kami meminta segera adanya putusan sela," kata Ghufron.
Terkini Lainnya
Edi menjelaskan meskipun ada pro dan kontra terkait putusan tersebut, prinsip negara hukum mengharuskan semua pihak untuk mematuhi putusan hakim.
6 Poin Pleidoi SYL: Mengaku Dizalimi, Minta Dibebaskan hingga Curhat Sempat Terindikasi Kanker
BERITA REKOMENDASI
BERITA TERKINI
berita POPULER
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiwo Serahkan Program Sosial BI ke PMI Jakarta Utara
Ikatan Alumni UII Gelar Nobar Film Alkostar, Mahfud MD Bicarakan Konsep Sukma Hukum
Tenaga Ahli Utama KSP Sebut Moderasi Beragama Jadi Modal Indonesia dalam Urusan Diplomasi
Eks Menlu RI Tegaskan Pendidikan jadi Cara Tangkal Pengaruh Radikalisme di Indonesia
SYL Sebut 3 Kali Nama Surya Paloh Dalam Pembelaannya: Hormat Ku Buat Abang Ku